Jumat, 21 September 2012

Kajian Perkembangan Jember Sejak 1859

Jumat, 21 September 2012
Kajian Perkembangan Jember berikut ini disarikan dari Makalah Drs. Edy Burhan Arifin yang berjudul: Pertumbuhan Kota Jember dan Munculnya Budaya Pandhalungan.

Sejak George Birnie (bersama Mr. C. Sandenberg Matthiesen dan van Gennep) mendirikan usaha NV. Landbouw Maatsccappij Oud Djember (NV. LMOD) pada tanggal 21 Oktober 1859, banyak para ondernemer Belanda lainnya yang berminat untuk turut menanamkan modal dan atau mendirikan sendiri perkebunan di daerah Jember. Dalam waktu yang relatif singkat berdiri perkebunan swasta di daerah ini seperti Besoeki Tabac Maatscappij, Djelboek Tabac Maatscacppij dll.

Regentschap Jember 1883

Ini membawa dampak yang dahsyat pada perkembangan wilayah Jember. Terlebih, sejarah mencatat bahwa pada tahun 1883 Jember mengalami perubahan status. Dari yang tadinya Distrik (bagian dari Bondowoso) menjadi regentschap sendiri dan terpisah dari Bondowoso.

Perubahan status Jember menjadi regentschap yang berdiri sendiri, berdampak pada perombakan struktur pemerintahan dan adanya pembangunan infrastruktur di segala bidang, terutama pada pembukaan akses yang bisa menghubungkan Jember dengan daerah-daerah di sekitarnya. Selain akses jalan, infrastruktur dititikberatkan pada pembangunan irigasi modern.

Pembangunan Sarana Transpotasi di Jember

Pemerintah membangun sarana jalan untuk mengatasi keterisoliran Jember. Semula pihak ondernemer membangun sarana jalan ke pedesaan yang tujuannya untuk menghubungkan kebun yang satu dengan yang lain milik perusahaan yang sama. Tujuannya, adanya kelancaran transpotasi hasil perkebunan. Kemudian pembukaan (dan pembangunan) akses jalan semakin berkembang, seiring berkembangnya pembangunan infrastruktur di bidang pengadaan jembatan yang kokoh.

Pada tahun 1880-1890 NV LMOD membuat jalan yang panjangnya sekitar 140 km. Pembuatan jalan itu untuk menghubungkan kantor pusat NV LMOD di distrik Jember dengan kebun-kebunnya yang terletak di distrik Mayang, Gambirono, Wuluhan, Puger dan Tanggul. Dengan dibangunnya sarana jalan itu memudahkan pengangkutan hasil tembakau dari kebun ke gudang-gudang pengeringan.

Jalur Kereta Api Jember - Panarukan 1897

Bertujuan untuk memperlancar pengiriman hasil perkebunan dari Jember dan Bondowoso menuju Pelabuhan Panarukan. Dari pelabuhan ini nantinya hasil kebun tersebut dikirimkan ke Eropa.

Sebelum dibangunnya jalur kereta api ini pengiriman produk perkebunan dikirim ke pelabuhan Kalbut dengan menggunakan gerobak sapi sehingga membutuhkan waktu 2 hari dan daya angkutnya terbatas yakni 8 pak. Namun dengan dibukanya jalur kereta api tersebut hanya membutuhkan 3 jam perjalanan dengan daya angkut yang jauh lebih besar.

Pada tahun 1912 Spoorwegdienst atau jawatan kereta api (sekarang PT. KAI) membuka jalur-jalur kecil di daerah Jember seperti jalur Jember- Rambipuji – Balung, dan berakhir di Ambulu.

Seluruh biaya pembangunan jalur kereta api ditanggung oleh pihak pemerintah Belanda. Ini membuat pertumbuhan kota Jember semakin pesat, disebabkan pembangunan infrastruktur yang digagas oleh para ondernemer mendapat dukungan penuh pihak pemerintah.

Pembangunan Sarana Irigasi

Daerah Jember sebelumnya hadirnya para pengusaha perkebunan tidak memiliki sarana irigasi yang moderen.

Dipaparkan oleh Bapak Edy Burhan Arifin, bahwa pada tahun 1902 Sungai Sampean (sungai terbesar di Jember) dibangun dengan menggunakan sistem irigasi modern. Dengan dibangunnya irigasi moderen pada sungai Sampean, dapat mengairi lahan seluas 150.000 bau ( Broersma,1912, dalam bukunya yang berjudul: Besoeki, een gewest in opkomst).

Pada tahun-tahun berikutnya dibangun pengairan sungai Bondoyudo dan tanggul-tanggulnya. Pembangunan ini sepanjang 16 km dan dapat mengairi 42.220 bau.

Pada tahun 1903 pembangunan irigasi sungai Bedadung mulai dikerjakan. Pembangunan irigasi ini dapat mengairi sawah 33.000 bau.

Selain itu juga dibangun sistem irigasi tehnis pada sungai-sungai kecil seperti sungai Besini, Mayang, Renes, dan sungai Kalikotok. Pembangunan irigasi pada sungai-sungai di Jember ini sebenarnya untuk kepentingan perkebunan tembakau dan gula. Namun dampaknya mengakibatkan dibukanya lahan-lahan baru.

Pada tahun 1860 lahan sawah di daerah Jember sekitar 50.000 bau dan tanah tegalan sekitar 25.000 bau. Pada awal abad XX meningkat menjadi sekitar 240.000 bau, sedangkan untuk lahan tegalan menjadi sekitar 42.000 bau (Brosur NV LMOD,1908).

Dampak dari pembukaan lahan tersebut mengakibatkan sejak desenia akhir abad XIX Jember menjadi penghasil beras terbesar di wilayah karesidenan Besuki (A.A., 5 Juni 1918). Adapun pusat produksi padi di afdeling Jember berada di distrik-distrik selatan seperti Wuluhan, Puger, Ambulu, dan Tanggul.

Pembangunan Sejumlah Pasar di Jember

Dengan dibukanya akses jalan, jembatan, pembuatan irigasi, dan beberapa hal lainnya, membuat pertumbuhan Jember semakin melaju. Ini mendongkrak perdagangan di wilayah Jember, terutama bidang tembakau. Di berbagai tempat terdapat pasar-pasar penjualan tembakau rakyat (vrijmanstabak).

Dinamika itu diimbangi oleh pemerintah dengan mendirikan pasar pusat pelelangan tembakau di desa Kasemek - Jelbuk. Kegiatan pasar pada waktu pelelangan sangat ramai. Pada akhirnya, pasar tak lagi hanya difungsikan oleh para penjual dan pembeli tembakau, tapi juga banyak para pedagang lain seperti pedagang kain, pedagang barang pecah belah, serta penjual makanan dan minuman.

Untuk memperlancar aktivitas perdagangan di wilayah Jember, pemerintah merasa perlu melebarkan sayap dengan memperbanyak pasar.

Pada tahun 1883 pemerintah membuka pasar di desa Gambirono - Tanggul dan pada tahun 1888 dibuka pasar baru di distrik Wuluhan, Kalisat, Mayang, dan tahun-tahun berikutnya masih banyak pendirian pasar yang lain (ANRI Besuki,1888).

Ramainya kegiatan perdagangan komoditi eksport maupun perdagangan domestik menyebabkan semakin intensifnya sistem ekonomi dunia masuk pada masyarakat Jember. Pada waktu itu ekonomi uang menembus ke dalam sendi kehidupan masyarakat di pedesaan.

Struktur Pemerintahan Jember Sejak Tahun 1883

Kembali pada tahun 1883 ketika Jember mengalami perubahan status, yang semula adalah bagian dari Bondowoso menjadi Regentschap tersendiri. Bagaimana struktur pemerintahan Regentschap Jember di masa itu?

Semula struktur pemerintahan (kondisi kemasyarakatan sebelum 1883) masih sangat sederhana. Rakyat hanya dipimpin oleh seorang Wedana pribumi dan Asisten controleur yang berkebangsaan Belanda

Sejak tahun 1883 ada perombakan di bidang struktur pemerintahan Regentschap Jember. Asisten Residen dan Bupati, sebagai penguasa tertinggi di Afdeling Djember. Wedana pribumi dan Asisten controleur secara otomatis ada di bawah struktur penguasa tertinggi.

Perangkat desa yang bersifat sederhana ini, masih difungsikan sebagai perantara antara Penguasa Kolonial dan rakyat biasa.

Selengkapnya tentang penjabaran mengenai struktur Pemerintahan Jember sejak tahun 1883 bisa anda klik di sini :

Struktur Pemerintahan Jember - 1883 :
Sehubungan dengan berubahnya status kota Jember, maka pemerintah pusat mengadakan perombakan struktur pemerintahan. Pada waktu Jember menjadi salah satu distrik dari afdeling Bondowoso, kota ini dikepalai seorang Wedana pribumi yang dibantu oleh seorang asisten controleur yang berkebangsaan Belanda. Sejak kota Jember menjadi afdeling tersendiri, maka yang mengepalai kota ini ialah Asisten Residen dan yang diangkat pertama kali ialah C.H Blanken yang menjabat tahun 1883 sampai 1885. Setelah itu diganti B.C. Repelius yang menjabat tahun 1885 sampai 1891. Asisten Residen yang bertugas mengepalai afdeling dalam menjalankan roda pemerintahan bekerjasama dengan Bupati yang menjadi kepala pemerintahan pribumi. Untuk itu pemerintah pusat juga mengangkat seorang Bupati Jember yang pertama ialah R. Panji Kusumonegoro yang menjabat dari tahun 1883 sampai 1891, setelah itu diganti oleh R. Tumenggung Kerto Subroto (Regering Almanak, 1891).

Pemerintah pusat disamping mengangkat dua pejabat yang memimpin afdeling Jember, juga mengangkat pejabat sekretaris, komis, dan seorang controleur, yang diangkat berdasarkan Gouvernements besluit nomer 3 tertanggal 24 Oktober 1883. Pejabat-pejabat itu fungsinya membantu melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari. Bersamaan dengan itu pemerintah pusat mendirikan lembaga pengadilan (landradd), dengan berdasarkan besluit pemerintah nomer 15 tertanggal 9 November 1883 (ANRI Besuki, 1883). Untuk memimpin lembaga pengadilan tersebut, maka diangkat Kepala Jaksa Jember yang semula bertugas di landradd Situbondo dengan jabatan sebagai adjunct Jaksa. Selain jabatan-jabatan seperti diatas, pemerintah mengangkat seorang patih yang fungsinya sebagai penghubung antara Bupati dengan Wedana yang mengepalai distrik.

Pada waktu itu di Jember hanya terdapat empat Wedana yakni Wedana Jember, Sukokerto, Puger, dan Tanggul. Pertumbuhan kota Jember semakin pesat, hal itu terbukti pada tahun 1869 sampai 1900 telah berdiri distrik-distrik baru seperti distrik Rambipuji yang sebelumnya termasuk wilayah distrik Jember dan distrik Mayang yang sebelumnya termasuk wilayah distrik Sukokerto (Tennekes,1963). Pada tahun 1913 distrik Puger dipecah menjadi dua distrik yaitu distrik Puger dan distrik Wuluhan. Berdasarkan pada besluit pemerintah tertanggal 13 Januari 1913.

Ledakan Jumlah Penduduk di Jember Dari Berbagai Etnis

Adanya pembangunan sarana transpotasi ini menyebabkan timbulnya mobilitas sosial horisontal yang sangat tinggi dari orang Madura, Jawa, Cina, Arab, dan juga orang-orang Belanda. Mobilitas sosial itu menyebabkan dalam waktu yang relatif singkat di daerah Jember terjadi peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat (Tennekes, 1963).

Selanjutnya silahkan klik tanda di bawah ini:

Statistik Penduduk di Jember :
Menurut Bleeker tahun 1845 penduduk Jember berjumlah hanya 9.237 orang (Bleeker,1847). Namun sejak desenia ke tujuh abad XIX seiring dibukanya perkebunan swasta di daerah ini terjadi lonjakan jumlah penduduk yang sangat mencengangkan, tahun 1867 meningkat menjadi 75.780 orang (Tennekes,1963). Salah satu faktor penyebabnya ialah terjadinya gelombang migrasi besar-besaran orang madura ke daerah Jember. Pada tahun 1880 meningkat menjadi 129.798 orang. Peningkatan penduduk yang sangat besar itu disebabkan karena terjadi gelombang migrasi besar-besaran orang-orang Jawa ke daerah Jember. Terjadinya gelombang migrasi orang Jawa itu dikarenakan pada tahun 1880-an jumlah perkebunan swasta di daerah Jember semakin banyak dan perkebunan-perkebunan itu membutuhkan tenagakerja yang banyak. Orang-orang Belanda yang jumlahnya semakin tahun semakin besar membentuk pemukiman sendiri yang terpisah dengan pemukiman penduduk pribumi. Pemukiman orang Belanda itu pusatnya di distrik Jember. Di tempat ini terdapat komplek perumahan orang Belanda yang bekerja di perkebunan-perkebunan, dan yang bekerja di berbagai instansi pemerintah. Selain itu juga terdapat komplek perkantoran seperti kantor pusat beberapa perkebunan swasta, kantor Besoekisch Proefstation yakni lembaga peneltian perkebunan, dan beberapa kantor pemerintah, Di tempat ini juga didirikan sebuah gedung Societeit gebouw yang merupakan pusat pertemuan orang-orang Belanda di kota Jember dan sekitarnya.

Seiring dengan perkembangan daerah ini, orang-orang Arab dan Cina yang dikenal sebagai kelompok pedagang juga berdatangan ke Jember. Orang-orang Cina membentuk pola pemukiman tersendiri yang pusatnya di daerah pacinan yang terletak di distrik Jember. Pada umumnya merka membuka usaha toko, namun banyak pula yang menjadi pedagang kelontong yang masuk ke daearh pedesaan. Mereka mengkreditkan barang-barangnya dengan mencicil dan harga yang tinggi. Golongan tersebut oleh penduduk setempat disebut Cena tokang mendreng. Selain itu ada orang-orang Cina yang berprofesi menjadi pengusaha tembakakau. Mereka melakukan pembelian tembakau rakyat di daerah pedesaan. Pengusaha tembakau Cina seringkali menjadi saingan berat bagi pengusaha tembakau Belanda. Pada tahun 1889 tiga orang Cina menjadi pengusaha penggilingan beras di distrik Jember dan Wuluhan (ANRI Besoeki, 1889). Kelompok etnis lain yang juga membentuk pemukiman tersendiri ialah orangorang Arab. Sebagian besar dari mereka bermukim di daerah Kampung Arab yang terletak di belakang masjid jamik. Namun jumlah orang-orang Arab di Jember tidak terlalu besar jika dibanding dengan orang Cina dan Belanda. Sebagian besar dari mereka menjadi pedagang kain, minyak wangi dan barang kelontong, serta menjadi pedagang beras dan palawija.


Untuk memperjelas komposisi penduduk dengan latar belakang etnisnya yang bermukim di daerah Jember dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Komposisi Penduduk di Afdeling Jember pada tahun 1930


Sumber : Memories van Overgave van den Residentie Besoeki 1931.

Hal-hal di atas membuat Jember semakin berkembang pesat. Perkembangan itu ditandai dengan semakin banyaknya jumlah desa. Pada tahun 1845 daerah Jember hanya terdiri dari 36 desa, namun pada tahun 1874 berkembang menjadi 46 desa (Regering Almanak, 1874). Lalu pada tahun 1883 berkembang lagi menjadi 117 desa.

Pada tahun-tahun berikutnya jumlah desa terus bertambah karena banyaknya pemecahan desa, seperti yang terjadi pada desa Jember Kidul. Desa ini semula terdiri dari 10 dusun dengan penghuni 385 kepala keluarga. Akan tetapi karena jumlah penduduk yang terus bertambah, maka tujuh dusun yang terletak di sebelah selatan dijadikan desa baru yakni desa Keranjingan. Pembentukan desa baru itu berdasarkan pada besluit Residen Besuki tertanggal 18 Januari 1883 nomer 9/42 (ANRI Besoeki, 1884)

Pemecahan desa seperti di atas juga terjadi di desa Jenggawah. Desa ini akhirnya dibagi menjadi dua yakni desa Jenggawah dan desa Mangaran. Pembagian desa Jenggawah berdasarkan pada besluit Residen Besuki nomer 36/42 tertanggal 13 Oktober 1886. Desa Tegalwaru juga dibagi dua berdasarkan pada besluit Residen Besuki nomer 7/42 tertanggal 3 Juni 1887. Selain itu pemecahan desa-desa di Jember terutama setelah datangnya para migran Jawa pada sekitar tahun 1890-an.

Dampak Perkembangan Jember

Perkembangan Jember yang pesat melahirkan gelombang migrasi besar-besaran dari beberapa suku. Dua suku yang terbesar (mayoritas) adalah Jawa dan Madura. Mereka semua tumplek blek di sini.

Secara teritorial, migran asal Madura lebih senang tinggal di wilayah Jember bagian utara, sedangkan migran asal Jawa lebih memilih tinggal di wilayah Jember selatan. Suku yang lain lebih terpusat di wilayah kota, sekitar alun-alun.

Mereka melebarkan sayap kebudayaan dari daerah asalnya, dan dipopulerkan kembali di Jember. Selain untuk mengobati rasa rindu pada kampung halaman serta menjaga solidaritas antar saudara sesuku, media ini juga mereka manfaatkan untuk saling berkenalan dengan budaya dari suku lain yang sama-sama tinggal di Jember.

Kesemua itu melahirkan budaya-budaya baru, selain juga menghasilkan perpaduan kebudayaan antar suku. Orang-orang pintar bilang, perpaduan ini namanya pandhalungan.

Catatan Penutup

Di situs JEMBERKAB.GO.ID diterangkan bahwa sejarah Kabupaten Jember dibentuk berdasarkan Staatsbland Nomor 322 tanggal 9 Agustus 1928 dan sebagai dasar hukum, mulai berlaku tanggal 1 Januari 1929. Tanggal inilah yang dijadikan sebagai Hari Lahir kota kecil Jember tercinta.

Banyak orang yang mempersoalkan tentang Hari Jadi Jember. Saya sendiri lebih tertarik untuk mencari tahu keberadaan (dan kehidupan) Jember sebelum era George Birnie.

Bagaimana kehidupan masyarakat lokal Jember sebelum 1859? Jika pada tahun 1845 daerah Jember hanya terdiri dari 36 desa saja, dan dengan jumlah penduduk yang hanya 9.237 jiwa, bagaimana dengan masa-masa sebelumnya?

Ah, mempelajari sejarah memang selalu menarik. Apalagi jika kita mempelajarinya atas dasar keinginan sendiri, bukan karena tuntutan tugas (skripsi, tesis, atau apalah namanya) maupun proyek penelitian.

Salam Gaya Bulbul!

1 komentar:

  1. Artikel yg bagus
    saya juga ingin meneliti keterkaitan Jember dengan Kerajaan Jembrana

    BalasHapus

Mohon maaf, saya mengaktifkan moderasi pada kolom komentar, untuk entri yang lebih lawas --14 hari. Salam.

RZ Hakim © 2014