Sabtu, 27 Oktober 2012

Pasuruan dan Probolinggo

Sabtu, 27 Oktober 2012
Setelah berbicara tentang sebuah desa di Magelang bernama Mungkid, kali ini saya ingin meneruskannya dengan menuliskan kilasan sejarah yang mengitari Jember. Dimulai Pasuruan dan Probolinggo, dengan sumber yang saya sarikan dari makalah Handinoto, Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen Petra.

Pasuruan

Pasuruan disarikan dari sebuah nama, “Passer Oeang.” Tapi saya tidak menemukan data yang banyak mengenai Passer Oeang tempo dulu. Data terbanyak adalah ketika jaman tanam paksa antara tahun 1830 hingga 1870.

Tertulis dalam catatan sejarah, saat itu perusahaan Belanda bernama Nederland Handels Maatschappij atau NHM (sebagai satu-satunya perusahaan Belanda terbesar selama masa tanam paksa), sering mengeksport kopi dan gula langsung dari pelabuhan Pasuruan. NHM juga pernah mengeksport 10.963,5 pikul kopi dan 10.843 pikul gula langsung dari pelabuhan Pasuruan ke Eropa, antara tahun 1830 - 1870. Intinya, Pasuruan sempat dipakai sebagai kota pelabuhan untuk membawa hasil perkebunan tersebut langsung ke pelabuhan–pelabuhan di Eropa.

Adanya sungai Gombong juga memberi andil terhadap masa keemasan (peradaban) Pasuruan di abad ke-19. Dimasa lalu sebelum adanya jaringan jalan darat yang memadai, semua hasil bumi dari daerah pedalaman (hinterland) termasuk diantaranya adalah Jember, diangkut dengan perahu melalui sungai tersebut. Daerah pedalaman sekitar Pasuruan, merupakan salah satu daerah pertanian yang tersubur di Jawa.

Bicara tentang pelabuhan, di Pasuruan berdiri pelabuhan yang sangat besar. Tiga abad sebelumnya, yaitu abad ke-16, dimana kemajuan pelayaran dan perdagangan laut di Jawa mulai menunjukkan kemajuan, kegiatan ekonomi yang awalnya hanya berupa tukar menukar barang, berubah menjadi perdagangan laut antar pulau maupun antar Negara. Nah, saat inilah Pasuruan mulai dikenal sebagai daerah pelabuhan, jauh sebelum dibangun jalan raya pos oleh Deandels.

Sebagai kota pelabuhan, Pasuruan mempunyai penduduk yang relatif lebih hiterogen jika dibandingkan dengan kota-kota pedalaman di Jawa. Sejak ramainya perdagangan disana terdapat banyak sekali permukiman dari berbagai etnis, dengan alasan untuk berdagang. Diantaranya adalah etnis China, yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke 17 di Pasuruan. Bahkan menurut pengamatan Tombe, seorang pengelana bangsa Perancis yang pernah mengunjungi komunitas China di Pasuruan pada tahun 1803, memperkirakan, penduduk China yang hidup berkelompok waktu itu, merupakan sepertiga dari penduduk Pasuruan.

Itulah sepintas sejarah tentang kota Pasuruan.Sekarang mari kita tengok sepintas mengenai sejarah kota Probolinggo.

Probolinggo

Probolinggo dikuasai sepenuhnya oleh Belanda pada tahun 1743. Dibandingkan dengan kota-kota pesisir Jawa Timur lainnya seperti Surabaya, Tuban atau Gresik, maka Probolinggo relatif kurang dikenal dimasa lalu. Patokan terjelas tentang Probolinggo adalah ketika kota ini mulai dikuasai oleh VOC, yaitu pada 1743.

Di era sebelum 1743, kota ini ada di bawah kekuasaan Pakubuwono II dari Mataram. Baru setelah perjanjian tanggal 11 Nopember 1743, antara VOC dan Mataram, Probolinggo diserahkan sepenuhnya kepada VOC. Namun sekali lagi, sulit melacak data tentang Probolinggo di masa Pakubuwono II.

Jika Pasuruan memiliki sungai Gombong, Probolinggo punya sungai bernama Banger. Itulah sebabnya sampai tahun 1765, Probolinggo masih dikenal dengan nama Banger. Dalam bahasa Jawa, kata Banger memiliki arti, air yang baunya tidak sedap.

Yang menarik dari Probolinggo, kota ini pernah dijual sebagai tanah pertikelir kepada Kapiten Han Tik Ko (asal Pasuruan), seharga 1.000.000 ringgit (rijksdaalders). Itu terjadi pada masa pemerintahan Daendels (1808-1811), tepatnya pada th. 1810.

Ketika nusantara jatuh di tangan Inggris (1811 - 1816), rakyat melakukan pemberontakan pada Han Tik Ko (yang juga dikenal dengan nama Babah Tumenggung Probolinggo). Ini terjadi pada tahun 1814.

Pemberontakan tersebut dibantu sepenuhnya oleh pihak Inggris, sampai akhirnya Probolinggo dapat direbut kembali.

Sebenarnya, di masa Deandels, bukan hanya Probolinggo yang mengalami nasib seperti itu (jatuh ketangan orang Cina kaya). Besuki dan Panarukan juga bernasib sama, disewakan kepada Han Boeijko (Han Boei Ko), seorang Kapiten dari Surabaya. Ini semua Deandels lakukan semata-mata butuh dana yang besar untuk mewujudkan program kerjanya di tanah Jawa.

Karena letaknya yang strategis dan penting tersebut, sejak tahun 1855, Probolinggo sudah menjadi ibukota Karesidenan Probolinggo dan kemudian menjadi ibukota afdeling (sederajat dengan kabupaten), yang termasuk Karesidenan Pasuruan.

Sampai tahun 1855 daerah sudut Jawa Timur merupakan satu wilayah dengan Besuki sebagai ibukotanya. Sesudah tahun 1855, Pasuruan, Probolinggo, Besuki dan Banyuwangi kemudian dijadikan ibukota Karesidenan dengan nama Karesidenannya mengikuti nama-nama ibukotanya.

Setelah undang-undang desentralisasi tahun 1903 dan disusul dengan pelaksanannya pada tahun 1905, Probolinggo punya status sebagai gemeente (kotamadya). Tapi baru pada tahun 1918 kota tersebut mempunyai dewan kotamadya (gemeente raad).

Dan baru pada tahun 1928, Probolinggo dipimpin oleh seorang Asisten Residen, yang kemudian menjadi Walikotanya. Sekarang Probolinggo berstatus Kotamadya sebagai ibukota Kabupaten Probolinggo.

Sebagai penutup kisah tentang Probolinggo, akan saya catatkan kembali kilasan cerita mengenao Bupati pertama Probolinggo.

Bupati pertama Probolinggo adalah Kyai Jayalelana, yang memerintah atas nama VOC. Kyai Jayalelana adalah anak laki-laki Kyai Bun Jaladriya dari Pasuruan. Tapi pada tahun 1768, Kyai Jayalelana diturunkan dari jabatannya dan kemudian dipenjarakan, karena dianggap oleh pihak VOC tidak setia ketika terjadi puncak konflik antara VOC dan Blambangan pada tahun 1768. Sampai sekarang Kyai Jayalelana masih dianggap sebagai orang suci bagi masyarakat Probolinggo.

Itulah garis besar tentang sejarah kota Pasuruan dan Probolinggo di masa Hindia Belanda. Untuk kota-kota sekitar Jember yang lain, Insya Allah menyusul.

Salam Gaya Bulbul!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf, saya mengaktifkan moderasi pada kolom komentar, untuk entri yang lebih lawas --14 hari. Salam.

RZ Hakim © 2014