Hai Syandana Aldin Wijaya keponakanku sayang, tak terasa dua tahun sudah usiamu. Selamat hari lahir ya Nak. Kabar baik buatmu, sebab Warung Blogger juga sedang merayakan tiga tahun eksistensinya. Mereka menyelenggarakan Blog Competition. Bagaimana Aldin, apakah oke jika kita turut menyemarakkan acara tersebut? Baiklah, mari kita mulai saja.
Seperti yang terpampang dalam banner, Eksplorasi Potensi Daerahmu, tentu kita harus memberi gambaran rinci tentang apa dan bagaimana Jember. Namun sebelumnya, kau harus tahu apa itu eksplorasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata eksplorasi lebih menekankan pada penyelidikan atau penjajakan untuk Sumber Daya Alam yang memiliki nilai ekonomis. Lain eksplorasi, lain pula potensi. Masih merujuk pada kamus yang sama, potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan; kekuatan; kesanggupan; daya.
Lalu, apa pula arti dari Eksplorasi Potensi Daerah? Tentu, maksudnya, kita harus bisa membuat sebuah potensi di daerah yang kita tinggali menjadi sebuah nilai ekonomis. Uang.
Kau tahu apa artinya bagi kita Aldin? Ya benar, kita harus berhati-hati menuliskan daerah tempat tinggal kita sendiri. Tergelincir sedikit maka Marhaban Ya Kapitalisme.
Saat besar nanti, kau harus tahu apa itu kapitalisme. Ia berbeda dengan demokrasi. Kini aku akan coba menjelaskan garis besarnya padamu.
Dalam ekonomi kapitalis, segala sumber daya dimiliki secara privat -atau segelintir orang dalam sebuah korporasi- dan semua orang berlomba-lomba berebut kekuasaan atasnya. Pada akhirnya, hanya mereka yang berkuasa di bidang sumber dayalah yang bisa berkuasa atas kemakmuran di masyarakat. Kaum kapitalis tak hanya berkuasa atas mayoritas regional masyarakat namun juga berkuasa atas kontrol mayoritas media massa.
Lihatlah perumahan di belakang rumah kita, itu adalah contoh sederhana, saat ekonomi kapitalis sedang bekerja. Ia berwajah materialistik, lahan-lahan yang tadinya adalah areal persawahan, berubah fungsi menjadi hunian megah. Di negeri ini, mudah sekali mendapatkan ijin alih fungsi lahan produktif menjadi perumahan.
Pemandangan di belakang rumah kita, ia sama sekali tak menampakkan adanya pertumbuhan ekonomi yang demokratis.
Seharusnya, dalam sebuah ekonomi yang demokratis, setiap anggota masyarakat 'berpotensi' memiliki kesetaraan dalam menentukan bagaimana sebuah sumber daya digunakan dan bagaimana cara melakukannya. Apakah itu terjadi dan diterapkan dengan sebenar-benarnya di Indonesia? Kau bisa lihat sendiri Nak. Ini adalah surga bagi si kaya dan neraka bagi mereka yang terjerat rentenir, bagi mereka yang tak mampu menjinakkan perut dan keinginannya.
Aldin, aku tidak sedang menakutimu, santai saja Aldin. Sistem ekonomi yang sedang kita bicarakan ini, sesungguhnya kini kita hidup di dalamnya. Jangan bersedih Aldin, bersabarlah. Tak perlu kau terjebak untuk membenci sekelompok orang kaya yang melakukan konspirasi di bidang ekonomi. Musuh kita bukan mereka, tapi lebih luas lagi. Jika kau ingin dunia ini berubah, cobalah untuk melibatkan setiap orang yang juga menginginkan dunia ini berubah.
Kita hanya butuh mempersenjatai diri dengan pengetahuan. Ingat-ingatlah satu hal, wawasan menghimpun kesadaran.
Jika wawasannya berorientasi pada bisnis semata dan tak berwawasan lingkungan, maka itulah yang akan didapatkan. Kerusakan ekologi hanya tinggal menghitung hari. Kita butuh menempa diri, mendidik diri sendiri agar berpengetahuan, agar sadar energi, cerdas lingkungan dan memahami untuk membagaimanakan potensi sebuah daerah.
Ohya Aldin, untuk sadar energi dan cerdas lingkungan, kita butuh melek sejarah.
Perkenalan Jember dengan hukum ekonomi kapital berlaku pada 21 Oktober 1859, sejak George Birnie (bersama Mr. C. Sandenberg Matthiesen dan van Gennep) mendirikan usaha NV. Landbouw Maatsccappij Oud Djember. Dibukalah aksesbilitas. Dari perbaikan jalan, menciptakan jalur baru sesuai kebutuhan perkebunan, pembuatan irigasi hingga pembangunan vrijmanstabak atau pasar-pasar penjualan tembakau rakyat.
Pada 1883 Jember mengalami perubahan status, yang semula adalah bagian dari Bondowoso menjadi Regentschap tersendiri. Mulanya, rakyat hanya dipimpin oleh seorang Wedana pribumi dan Asisten controleur yang berkebangsaan Belanda. Kini, struktural pemerintahan berganti. Penguasa tertinggi di Afdeling Djember adalah Asisten Residen dan Bupati.
Begitulah, wilayah yang tadinya digembar-gemborkan terisolir ini, ia terus bersolek.
Dibangunlah sarana transportasi Kereta Api dari Jember hingga Panarukan. Itu dimulai tahun 1897, setelah jalur rel Surabaya hingga Lumajang dan Jember usai. Aksesbilitas semakin berkembang, seiring berkembangnya pembangunan infrastruktur di bidang pengadaan jembatan yang kokoh. Keberhasilan ini tak hanya mengundang para ondernemer Belanda lainnya untuk turut menanamkan modal dan atau mendirikan sendiri perkebunan di daerah Jember, ia juga menyedot datangnya orang-orang pribumi di luar Jember. Tentu, ada juga pekerja yang sengaja didatangkan.
Aksesbilitas saat itu, sesungguhnya adalah demi kelancaran transpotasi hasil perkebunan dari Jember menuju Eropa. Ia sama sekali tidak diciptakan untuk kemakmuran masyarakat, terlebih hubungan sosial saat itu adalah antara penjajah dan kaum terjajah.
Tak pernah disebutkan secara detail dalam sejarah, bahwa ketertarikan Birnie dan rekan-rekannya untuk mendirikan usaha perkebunan di Jember hanya karena ia melihat warga asli pandai sekali merajang tembakau.
Seringkali memang banyak benarnya kalimat yang mengatakan bahwa sejarah adalah milik penguasa. Tengoklah tulisan Mpu Prapanca dalam kitab Negarakertagama, dengan judul asli kakawin Desawarnana. Ia memiliki kesempatan lebar untuk menuliskan itu sebab Prapanca dekat sekali dengan penguasa. Kau harus menyimak paragraf ini dengan jiwa yang luas Aldin, agar tak mudah terjebak marah.
Kapitalisme di masa itu, tentunya mampu berkuasa atas kontrol pada penulisan sejarah. Agar tidak ada kontra penulisan sejarah, dibungkamlah sistem pendidikan untuk pribumi Hindia Jember yang berpotensi melahirkan pemikir-pemikir kritis. Kritis dalam kesadaran, kritis dalam pemikiran, kritis dalam sikap dan kritis dalam kata-kata.
Ah, pembahasan yang berat ya Aldin. Memang, sejarah sudah terlanjur dicap menyebalkan. Okelah, kita lanjut ke masa kini, masa dimana Indonesia merdeka dan tepat ketika kau merayakan hari lahir yang ke dua tahun. Iya, hari ini maksudku.
Hari ini di Jember ada Seminar Nasional, tema yang diangkat tak jauh-jauh dari potensi daerah. Direncanakan, salah satu narasumbernya adalah Bupati Jember MZA. Djalal.
Poster Seminar :
Aldin, kita tinggal di sebuah wilayah bernama Jember. Ia bukan hanya tentang Sumber Daya Alam. Di dalamnya terisi oleh manusia-manusia dari berbagai budaya. Masing-masing dari mereka senang menampilkan kebudayaannya. Yang khas dari Jember adalah senyum manis orang-orangnya. Sayangnya, senyum ini seringkali ditafsirkan berbeda oleh para pemilik modal.
Jember punya situs ekologi bernama Gumuk. Ia sangat lekat dengan kondisi geografis Jember yang berada di antara Gunung Raung dan Argopuro. Dari 31 Kecamatan yang ada, sedikitnya 6 Kecamatan berbatasan langsung dengan Laut Selatan.
Wilayah ketinggian Jember ada di bagian Utara. Di sini gumuknya menjulang lebih tinggi. selain sebagai daerah resapan air, ruang hidup keanekaragaman hayati dan rekreasi, gumuk juga berfungsi sebagai penetralisir atau pemecah angin yang alami.
Melihat dari kondisi bentang alamnya, tak heran jika Jember dikenal sebagai wilayah agraris dari masa ke masa. Menjadi mengherankan ketika akhir-akhir ini warga Jember dikagetkan oleh gagasan perubahan strategi pembangunan, dari yang semula agraris dan perkebunan menjadi industri dan pertambangan. Wew, padahal penyelenggara daerah bahkan belum memiliki regulasi tentang Gumuk. Mereka juga tidak siap dengan regulasi sampah.
Isu-isu tentang tambang emas beserta logam-logam ikutannya mulai berhembus. Pelan tapi pasti, momok kapitalisme mulai beroperasi.
Jauh sebelumnya, pada tahun 1992, bakal pertambangan tembaga dan emas di Jember sudah pernah dieksplorasi oleh PT Hakman Group. Eksplor, sebuah kata yang harus kita tafsirkan dengan sebenar-benarnya. Sebab setelah eksplorasi, tentu akan disusul oleh eksploitasi.
Kita tak hendak membahas itu secara detail di sini Aldin. Setidaknya, suatu hari nanti kau sudah memiliki dasar-dasar berpikir tentang bagaimana wajah kapitalisme ketika mereka beraksi. Juga tentang pasar bebas.
Ada satu hal yang sepertinya menarik untuk kau ketahui. Ini tentang pasar bebas. Seharusnya, cara beroperasinya pasar bebas adalah seperti berikut; setiap orang bebas untuk mencari peruntungannya sendiri sesuai bidang yang mereka pilih, dan siapa yang bekerja paling keras dan memberikan kemakmuran terbesar bagi masyarakat akan diganjar dengan kemakmuran yang terbesar juga.
Kapitalisme menjadikannya berbeda. Kemakmuran hanya untuk pemodal besar. Adapun individu yang hanya memiliki sedikit kapital atau malah tak memiliki sama sekali, ia harus menjual diri dan kemampuan kerjanya pada mereka yang memiliki kontrol atas alat produksi dan sumber daya.
Dunia yang kita huni sekarang ini, sesungguhnya sedang menjalankan pola hidup materialis. Coba kau ingat-ingat Aldin, tadi pagi ketika baru bangun tidur, kau sudah berganti popok. dengan merk terbaik. Kemudian minum susu bermerk. Dilanjut dengan mandi. Lihatlah peralatan mandimu hingga ke sabun dan pasta gigi, itu semua adalah barang-barang yang harus dimiliki ketika kita memiliki bocah kecil seperti dirimu.
Demikianlah Aldin. Kapitalisme telah memusatkan arti hidup setiap orang pada apa yang mampu kita miliki dan bukan pada apa yang kita lakukan, dengan cara membuat kita menghabiskan hidup berkompetisi menumpuk benda dan meraih status sosial. Dalam bahasa yang lain, kapitalisme juga sedang membuat definisi baru pada sebuah kata bernama bahagia.
Sabarlah Nak, tak perlu berkecil hati. Mari kita nikmati kebahagiaan dengan cara yang berbeda. Toh kita bisa mencoba untuk memiliki kehidupan yang ko-operatif dan menjauh dari lingkaran setan kompetisi. Sejarah pernah membuktikannya. Itu bukan utopis. Dan kau harus mengerti, untuk bisa menikmati hidup yang bahagia, kita harus menjadi berguna. Jadilah mahluk yang berguna Aldin!
Mari kita melawan dalam kesunyian yang pelan.
Mari kita melawan dalam kesunyian yang pelan.
Tulisan ini sudah sangat panjang Nak. Kiranya aku cukupkan dulu kisahnya. Tanyakan padaku tentang potensi Jember, tentu dengan senang hati aku menjawabnya untukmu.
Selamat bertumbuh besar Aldin, jadilah berguna dan berbahagialah. Sampaikan salamku untuk capung-capungmu.
berusaha ikut kontes, lagi cari materi
BalasHapusAldin, masa depan Jember ada padamu. Bawalah Jember menuju masa depan gemilang. Salam gaya bulbul! :)
BalasHapusHalo Aldin... pakde-mu ini luar biasa merangkai cerita. kelihatan seperti bermain kata tetapi sarat informasi. Ntar kalau sudah besar, saingi ia. Karena kamu harus lebih baik darinya agar hidup semakin maju. Bukan begitu, pakde? ;)
BalasHapusSelamat ulangtahun nak semoga menjadi anak yang berbakti kepada orang tua cerdas dan bermanfaat bagi agama dan bangsa amin. http://7og4nk.blogspot.com
BalasHapusSelamat ulang tahun Aldin.. Sehat selalu, ya, Nak. Kau tahu, Nak? Selain kita harus berhati-hati menuliskan daerah tempat tinggal kita sendiri. Kita juga harus berhati-hati dalam mengantisipasi iming-iming, yang seperti Pakde/Paklekmu bilang, ekonomi kapitalis yang berwajah materialistik. Karena, tergelincir sedikit maka Marhaban Ya Kapitalisme. :D
BalasHapus