Jumat, 20 Juni 2014

Jember dan Kereta Api Warisan Kolonial

Jumat, 20 Juni 2014

Disarikan dari Buku Peringatan

Sebelum ada transportasi kereta api di Indonesia, untuk orang yang bepergian jauh, ia harus memakai kereta yang ditarik oleh kuda pos. Itu kendaraan paling cepat di masanya. Akan tetapi untuk orang-orang biasa, mereka harus naik cikar, dimana mereka bisa telentang atau berbaring di situ.

Bagaimana sejarah kereta api? Mula-mula ditemukanlah roda. Dari roda meningkat menjadi kereta kuda, kemudian kereta ditarik oleh lebih dari satu kuda, dengan gerbong yang tentu saja lebih besar atau mungkin lebih dari satu. Setelah James Watt menemukan mesin uap, Nicolas Cugnot membuat kendaraan beroda tiga berbahan bakar uap. Ini terus mengalami penyempurnaan. Kini, kita mengenalnya dengan kereta api.

Sejarah perkereta apian di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele.

Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm.

Kereta listrik pertama beroperasi pada tahun 1925, menghubungkan Weltevreden atau Stasiun Gambir dengan Tanjung Priok.

Kenapa Belanda merintis akses kereta api di Hindia Belanda? Tentu alasan utamanya adalah motif militerisme dan ekonomi. Proyek ini membutuhkan biaya yang amat mahal. Saya kira unsur ekonomilah yang menjadi pendorong utama. Memboyong SDA sebanyak-banyaknya ke negeri Eropa.

Catatan kali ini saya sarikan dari Buku Peringatan Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch Indie 1875 - 1925

Setelah masa Jalan Raya Pos oleh Daendels, pada 1864 Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS juga telah memulai membuat jalan kereta dari Semarang ke Solo dan Jogja. Sembilan tahun kemudian, tepatnya pada 21 Mei 1873, proyek tersebut telah rampung. Di waktu yang hampir bersamaan, perjalanan kereta dari Betawi ke Bogor juga telah diselesaikan.

Aksesbilitas di Jawa semakin tampak mentereng di Abad XIX.

Pada 6 April 1875, ditetapkanlah sebuah hukum bahwa perjalanan kereta akan dibikin dari Surabaya menuju Pasuruan dan Malang, sedangkan uang yang disediakan untuk keperluan itu senilai 10 milion. Pekerjaan itu ada di bawah pengawasan Kolonel-titulair der Genie, menggantikan David Maarschalk. Adapun David Maarschalk sendiri, di kemudian hari ia mendapat titel Inspecteur-Generaal.

Tiga tahun kemudian --Kamis, 16 Mei 1878-- perjalanan kereta api Surabaya Kota menuju Pasuruan dapat dibuka, dengan upacara (keramaian) oleh Gouverneur-General Mr. J.W. van Lansberge, yang pada tatkala itu telah tiba di Surabaya dengan soewami dan pengiringnya.

Pada tanggal 20 Juli 1879 maka garis rel kereta Bangil - Malang telah dibuka juga.

Untuk para pekerja yang tidak ada di posisi vital, Staatsspoorwegen di tanah Jawa memperkerjakan pada para Bumiputera atau orang-orang Indonesia. Beberapa posisi lainnya ada juga dipegang oleh Tionghoa dan atau orang Eropa. Untuk urusan administratieven dients dan vervoerdienst, dikirimlah dari Nederland seorang controle-chef yang paham urusan itu.

Selain untuk mudahnya aksesbilitas di Pulau Jawa, dimulailah eksploitasi. Kereta api mempermudah proses pengangkutan hasil bumi.

Setelah orang masih mengerjakan garis Surabaya - Pasuruan - Malang, maka di Jawa Kulon telah dikerjakan proses mengukur dari garis Bogor melintasi Cianjur ke Bandung dan Cicalengka. Sehabisnya itu lantas mulai mengerjakan aanleg atau konstruksi, dan mulai mengukur lagi buat garis yang ke Madiun serta mengerjakan pekerjaan lain-lainnya.

Di dalam tahun 1880 di bulan November, tuan Maarschalk minta lepas dari jabatannya yang lantas diganti oleh tuan Derx. Nantinya, selama jabatannya ia senantiasa menjadi tangan kanan tuan Maarschalk.

Waktu mangkatnya tuan Maarschalk maka senatero garis dari Surabaya sampai Pasuruan dan Malang telah dijalankan, sedang bagian garis dari Sidoarjo ke Mojokerto sebelum tuan Maarschalk berangkat (tanggal 16 Oktober 1880) telah dibuka untuk pengangkutan umum.

Ketika itu garis rel dari Mojokerto sampai Kertosono dan dua bagian Kertosono - Blitar dan Kertosono - Madiun - Solo lagi lagi sibuk dibikin konstruksi. Begitu juga garis Bogor - Cicalengka. Tatkala itu garis Cicalengka - Cilacap lagi diukur, sedang pada saat itu orang telah sedia untuk menyambung garis Bangil - Pasuruan ke Probolinggo.

Tuan Maarschalk terbilang cepat dalam menjalankan perannya. Ia melakukan banyak hal dalam lima tahun lamanya masa jabatan. Di bawah kepemimpinan tuan Derx, ia hanya melakukan sedikit inovasi. Cuma garis Pasuruan - Probolinggo, dan garis Surabaya - Kalimas yang teramat perlu untuk mengangkut barang-barang yang akan dimuat ke kapal. Adapun pembikinan bagian garis Bogor - Cicalengka tetap diteruskan.

Pada 15 Juli 1899, terjadi perbaikan rel kereta, diantaranya perbaikan garis rel Solo - Jogja. Di saat yang sama, para pekerja sedang sibuk mengerjakan konstruksi dari garis Probolinggo - Jember - Panarukan dengan simpangan ke Pasirian, sedang konstruksi dari garis Kalisat - Banyuwangi lagi digambar.

Di penghabisan tahun 1901, bagian-bagian rel kereta api di Jawa sebagian besar sudah beroperasi. Garis timur berjumlah 812 km dan garis barat 841, terbanding dengan tahun 1894 garis timur 485,5 km dan garis barat 604 km.

Untuk garis Probolinggo - Klakah - Kalisat - Panarukan membentang sepanjang 185 km.

Pada tahun 1903 garis simpangan Kalisat - Banyuwangi sudah selesai pembikinannya. Kini kereta api telah bisa melintas di atas tanah yang teramat makmur.

Sumber lain menyebutkan:

Jalur Kereta Api Jember - Panarukan 1897

Bertujuan untuk memperlancar pengiriman hasil perkebunan dari Jember dan Bondowoso menuju Pelabuhan Panarukan. Dari pelabuhan ini nantinya hasil kebun tersebut dikirimkan ke Eropa.

Sebelum dibangunnya jalur kereta api ini pengiriman produk perkebunan dikirim ke pelabuhan Kalbut dengan menggunakan gerobak sapi sehingga membutuhkan waktu 2 hari dan daya angkutnya terbatas yakni 8 pak. Namun dengan dibukanya jalur kereta api tersebut hanya membutuhkan 3 jam perjalanan dengan daya angkut yang jauh lebih besar.

Pada tahun 1912 Spoorwegdienst atau jawatan kereta api (sekarang PT. KAI) membuka jalur-jalur kecil di daerah Jember seperti jalur Jember- Rambipuji – Balung, dan berakhir di Ambulu.

Seluruh biaya pembangunan jalur kereta api ditanggung oleh pihak pemerintah Belanda. Ini membuat pertumbuhan kota Jember semakin pesat, disebabkan pembangunan infrastruktur yang digagas oleh para ondernemer mendapat dukungan penuh pihak pemerintah.

Aksesbilitas di bidang perkereta-apian tentu saja memiliki banyak kisah, tidak terkecuali sejarahnya di bidang budaya dan sosial. Tertarik ingin mempelajari lebih lanjut? Yuk kita sibak wajah masa lalu Jember dan kereta apinya.

Salam saya, RZ Hakim.

2 komentar:

Mohon maaf, saya mengaktifkan moderasi pada kolom komentar, untuk entri yang lebih lawas --14 hari. Salam.

RZ Hakim © 2014