Senin, 04 Januari 2016

Kakek Surani Meninggal Dunia

Senin, 04 Januari 2016
Oleh seorang teman bernama Dodon, saya mengenal sosok pejuang kemerdekaan bernama Astar. Namun ia lebih dikenal dengan nama Surani --nama anak sulungnya yang telah lama meninggal dunia. Rumah Kakek Surani berada di Lereng Selatan Gunung Argopuro, tepatnya di dusun Kedaton kecamatan Panti, Jember.

Perjumpaan pertama kami terjadi pada 25 Juni 2014. Saya mengabadikan perjumpaan itu dalam sebuah catatan berjudul; Kakek Surani Sang Pendekar Kemerdekaan.

Tiga Belas Bulan Kemudian

Datang kabar dari desa Kedaton jika Kakek Surani sedang dalam kondisi kesehatan yang buruk. Tak lama kemudian, saya segera packing dan meluncur menuju kediaman kakek surani. Hana, istri saya, ia turut serta. Karena waktu itu di rumah sedang ada tamu --empat orang teman pencinta alam-- mereka saya ajak serta.

Syukurlah bukan musim hujan. Jika musim hujan, jalanan licin dan kami akan kesulitan menuju rumahnya. Sebab sekitar satu kilometer menuju rumahnya berupa jalanan tanah, setapak, jalannya sedikit menanjak.

Sesampainya kami di sana pukul 21.50, Kakek sedang tidur. Kami ditemui oleh cucunya, Syahrul, serta anak menantu kakek (Ibunya Syahrul). Barulah kemudian putra Kakek menemui kami. Yit namanya.

Selanjutnya, karena mendengar kabar kedatangan kami, kakek memaksakan diri untuk bangun. Ia terlihat berbeda, sedikit pucat, tak seenerjik ketika kali pertama kami berjumpa.

Kini Kakek telah dilanda oleh pikun. Anak cucunya juga mengamini itu. "Kadang beliau tidak ingat pada saya," kata Yit.

Di akhir perjumpaan, saya sampaikan salam keluarga Moch. Sroedji. Ketika mendengar itu, ia segera menengadahkan kedua tangannya ke arah langit. Kakek Surani sedang berdoa, mendoakan hal-hal baik --dalam bahasa Arab-- kepada anak cucu Moch. Sroedji. Bagi saya, itu adalah sebentuk doa dengan durasi yang lama.

Esok harinya, 7 Juli 2015, saya menuliskan sebuah catatan di jejaring sosial Facebook, disertai foto.


Dokumentasi oleh Zuhana AZ, 6 Juli 2015


Catatan pendek ini saya beri judul; SURANI PEJUANG DARI KEDATON


Kini wajahnya tampak lebih pucat, dibanding tiga belas bulan yang lalu saat saya mewawancarainya. Daya ingatnya pun menurun. "Mohon maaf, kini saya sudah agak pikun. Kepada anak cucu sendiri kadang saya lupa," ujar Surani dalam bahasa Madura. Jika dilihat kondisinya yang semakin menua, tak akan banyak orang yang tahu jika dulu ia seorang rakyat biasa yang pejuang, spesialis 'mencuri' amunisi dan senjata milik pihak lawan.

"Apa beih dik'en Blendeh mon sekerana keneng, kecok!" Ia kembali mengucapkan kata-kata Sjafiudin, pimpinan batalyon yang pernah dengan setia diikutinya.

Di waktu yang lain, ia juga bernostalgia tentang kondisi tentara negeri ini di masa-masa sulit. "Mon tak e tolong taneh, tentara bekal ngalamen kelompoan." Begitulah yang ia katakan, dalam bahasa Madura. Jika tidak dibantu petani, tentara tentu akan mengalami kelumpuhan.

Sebenarnya kedatangan saya bukan untuk memperkaya data, namun murni hendak menjenguknya, serta menyampaikan tali asih dari keluarga Moch. Sroedji. Kabar tentang kondisi kesehatan Kakek Surani saya peroleh dari seorang teman bernama Dodon.

Malam semakin larut. Di luar sana, sayup terdengar suara tadarus. Mungkin dari dusun sebelah. Saya dan istri, ditemani oleh Dodon, Gilang, Rosidi, Koreng, dan Sefi, kami pamit undur diri. Syukurlah dingin tak terlalu menggigit, meski dusun Kedaton tempat Kakek Surani tinggal, berada di lereng Selatan Argopuro.

Semoga lekas membaik, tuan pejuang! Doa terbaik untukmu.


*****


KABAR DUKA


Beberapa jam yang lalu, tepatnya pada 3 Januari 2016 Pukul 21.30, datang kabar duka dari desa Kedaton. Dikabarkan oleh seorang teman --melalui sms-- bahwa Kakek Surani telah meninggal dunia. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun.

Kiranya tugas seorang Surani di dunia ini telah selesai. Adalah tugas kita untuk mendoakannya, serta melanjutkan apa yang dulu pernah ia perjuangkan. Kakek Surani, terima kasih. Doa dan cinta kami untukmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf, saya mengaktifkan moderasi pada kolom komentar, untuk entri yang lebih lawas --14 hari. Salam.

RZ Hakim © 2014