Rabu, 03 Februari 2016

Berawal dari Berita Palsu Tentang Longsor di Baban Timur

Rabu, 03 Februari 2016

Keterangan foto: Dari kiri, Rudee 'Holland' Prahara, lalu Koordinator Pos SAR Jember bernama Satrio, saya sendiri, dan Lettu Deki. Dokumentasi oleh Hana, 1 Februari 2016

Baru dua belas hari yang lalu saya antar istri ke Pos SAR Jember untuk urusan liputan. Ketika itu Hana menurunkan berita berjudul, BASARNAS Himbau Warga Jember Siaga Menghadapi Bencana. Ia terkait info dari BMKG mengenai indikasi badai siklon tropis di wilayah pesisir Selatan wilayah Indonesia, termasuk pulau Jawa. Di sisi lain, Kabupaten Jember masuk wilayah rawan bencana, baik itu banjir maupun tanah longsor.

Kemarin lusa, gantian Hana yang menemani saya ke sana.

Saya ada janji dengan Lettu Deki. Ini berhubungan dengan kejadian semalam, ketika di sebuah grup Facebook berisikan lebih dari 100 ribu anggota --warga Jember-- ada yang mengunggah berita tentang bencana longsor di Jember Timur. Mengenai kronolosi kisahnya, saya tulis di sini.


Senin siang pukul satu, 1 Februari 2016, saya memenuhi janji yang saya buat sendiri, untuk berjumpa dengan Lettu Deki. Pasalnya, di malam kejadian (berita palsu) dialah yang jaga piket di Pos SAR Jember. Kami sempat komunikasi lewat ponsel selama tiga menit kurang delapan detik.

Lettu Deki pribadi yang baik, masih muda, dan telah tiga tahun tinggal di Jember. Ia kelahiran Pamekasan. Berteman kopi panas, kami saling bicara dengan santai. Syukurlah kopi panas itu tidak membuat saya lupa jika sedang ada di sebuah kantor dan bukan di warung kopi.

Keluarga Pos SARNAS Jember, terima kasih untuk kopi, komunikasi, dan silaturrahmi ini.

Catatan Istri Saya di Path

Hari ini, 3 Februari 2016 Pukul 02.20 dini hari, istri saya membuat catatan sederhana di Path yang ia sambungkan dengan twitter. Saya merasa perlu untuk menampilkannya kembali di sini, sebab ia menjelaskan satu hal yang mulanya tidak saya sadari, dan tentang hal-hal di luar ketidaktahuan saya. Rupanya malam itu nama saya ada disebut-sebut di sebuah grup radio komunitas, di jalur Pintu Merah. Hal itu baru saya ketahui esok harinya sepulang dari pengajian, sehari setelah saya bersilaturahmi dengan keluarga Pos SAR Jember.

Sila dibaca jika berkenan.


Zuhana AZ, 3 Februari 2016

Selasa malam lalu --2 Februari 2016, suami saya datang di pengajian rutin di kampung kami. Tak ada rawon, tak ada perbincangan tentang gafatar. Semua baik-baik saja.

Pulangnya, dia singgah di rumah Erik, pemuda setempat lulusan Univ. Moch. Sroedji Jember. Di sana telah ada Gamot, anak pencinta alam IWENA. Kata suami saya, ia dirundung banyak pertanyaan, berhubungan dengan berita palsu yang beredar di dunia maya, 1 Februari 2016, tentang bencana longsor di Baban Timur. Ketika itu kami memang sempat menanyakannya (melalui pesan wasap) ke rekan Basarnas, Mas Holland namanya. Selain itu, suami saya juga sempat menuliskannya kembali di twitter.

"Nama sampeyan banyak disebut-sebut di grup 'Pintu Merah' Mas. Juga di brik-brikan." kata Gamot.

Suami saya bingung, pintu merah itu apa? Ia juga bukan seorang briker radio. Usut punya usut, akhirnya suami saya memahami duduk permasalahannya.

Ketika itu kejadiannya berlangsung sangat cepat. Hujan turun menggelontor tanah Jember. Kami berteduh di Kedai Doeloe, setelah seharian jalan-jalan memburu keberadaan batuan megalit di Kalisat.

Tak banyak pengunjung di Kedai. Namun ada satu meja yang ditempati oleh empat teman muda Kalisat, mereka sedang bermain capsa. Di antaranya adalah Ucok, Semu anak Himapala Bekisar, serta Ayam anak Gemapita. Kepada mereka suami saya berbagi cerita, jika ia mendapat kabar adanya longsor di Baban Timur. Disinyalir 27 rumah tertimbun longsor.

Manalah ia mengerti jika salah satu dari mereka (Ayam) segera tanggap dan mengirimkan kisah itu di sebuah grup berisi anak-anak PA Jember. Joker, Komandan SAR OPA, saat itu ia sedang ada di Purwokerto. Posisi 'ndlewer' sehabis nonton pertandingan Arema. Dia mungkin panik sebab tidak berada di Jember. Tanpa pikir panjang, Joker segera menyampaikan kabar itu --dari Ayam yang sedang nyambi bermain capsa-- ke grup Pintu Merah. Kabar dari grup segera diudarakan melalui radio/brik, dengan menyertakan nama, 'info dari Masbro Tamasya.'

Benar kata Gamot anak IWENA, tanpa suami saya tahu, namanya tersebar dimana-mana. Pantas saja malam itu ia banyak mendapat panggilan telepon. Rupanya itu datang bukan dari tweet dan atau dari pesan wasap ke Mas Holland.

Kata suami saya, tidak apa. Setidaknya Ayam dan kawan-kawan tanggap bencana. Mereka memang terlatih di bidang 'reaksi cepat.' Ia berkata sambil menerawang dan tersenyum.

Kadang, berbicara di ruang publik mini semacam kedai juga harus pandai, setidaknya dalam membaca situasi.

Teman-teman, yuk ngopi di kedai doeloe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf, saya mengaktifkan moderasi pada kolom komentar, untuk entri yang lebih lawas --14 hari. Salam.

RZ Hakim © 2014