Selama berkutat dalam penelusuran Abdoel Moeki, saya selalu bersinggungan erat dengan dunia pendidikan Indonesia dari masa ke masa. Sayangnya, hanya sedikit yang mengkaji tentang normaalschool. Data lebih banyak menggali eksistensi kweekschool ketimbang normaalschool. Ada pula yang rancu memaparkan antara normaalschool dan kweekschool.
Di sini saya hendak merangkum kembali apa yang sudah saya dapatkan tentang perjalanan pendidikan kita dari masa ke masa.
Ohya hampir lupa. Saya ingatkan dulu, tulisan ini mungkin akan menjadi sebuah artikel yang panjang. Terlebih, saya memiliki kebiasaan buruk saat menulis, yaitu ngelantur. Jadi, mohon maaf sebelumnya.
Pendidikan Indonesia di Masa Purba
Indonesia kaya akan peninggalan di masa purba. Ini adalah masa dimana orang-orang belum mengenal budaya tulis, senang berburu, berpindah-pindah, dan suka sekali berkumpul di saat senja dan malam hari, melingkari api unggun dan saling berbagi pengalaman hari itu. Pendidikan di masa ini adalah tentang segala cara untuk bertahan hidup (seperti membuat api) dan berkenalan dengan alam raya.
Pendidikan Indonesia di Masa bercocok Tanam
Masa bercocok tanam adalah masa peralihan dari yang sudah saya paparkan di atas. Bisa dikatakan, ini adalah sebuah revolusi besar. Mereka yang tadinya hidup berpindah-pindah, di masa ini sudah belajar untuk tinggal di suatu tempat. Biasanya tempat favorit untuk ditinggali adalah gua. Dari sini lahir sebuah pelajaran baru, yaitu seni menghias gua.
Adanya gejala hidup menetap dengan cara bercocok tanam (dan beternak) diperkirakan mulai pada tahun 6000 SM. Di sinilah cikal bakal lahirnya sebuah desa (kampung) atau sebuah komunitas manusia yang tinggal secara berkelompok.
Perkembangan pendidikan dimulai dari cara hidup menetap, kemudian belajar meramu hasil buruan, lalu berkembang lagi dengan belajar bercocok tanam di lahan sekitar tempat yang mereka tinggali. Perkembangan selanjutnya, mereka mulai mencoba membuat peralatan untuk mempermudah hidup. Misalnya, alat yang tadinya berbahan batu kasar dirubah menjadi lebih halus. Terakhir, masa ini ditandai dengan adanya sistem kepercayaan (animisme dan dinamisme).
Pendidikan Indonesia di Masa Hindu Budha
Hindu dan Budha adalah agama yang tua. Keduanya ada dan mengiringi perkembangan negeri ini, hingga sekarang. Disinyalir, kedua agama ini berkembang pesat pada sekitar abad ke lima masehi, seiring dengan bertumbuhnya kerajaan besar yang ada di Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan pulau lainnya.
Pertumbuhan pendidikan di Kalimantan ditandai dengan berdirinya Kerajaan Hindu di Kutai yang dipimpin oleh Mulawarman. Dia adalah putra dari Aswawarman dan cucu dari Kudungga. Sedangkan di Pulau Jawa (Jawa Barat) ditandai dengan munculnya Kerajaan Hindu Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman.
Pada masa itu, eksistensi pulau Jawa telah disebut Ptolomeus (pengembara asal Alexandria – Yunani) dalam catatannya dengan sebutan Yabadiou. Hal yang sama dapat kita temukan pula dalam epik Ramayana. Eksistensi Jawa dinyatakan dengan sebutan Yawadwipa. Ptolomeus juga sempat menyebut tentang Barousai (merujuk pada pantai barat Sumatera Utara, Sriwijaya). Fa-Hien, seorang pengembara asal China, dalam perjalanannya dari India singgah di Ye-po-ti (Jawa) yang menurutnya telah banyak para brahmana (Hindu) tinggal di sana. Masih ada beberapa lagi catatan para pengembara dunia tentang nusantara.
Maka tidak berlebihan jika banyak ilmuwan yang kemudian menyatakan bahwa lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia telah ada sejak periode permulaan. Pada masa itu, pendidikan lekat terkait dengan agama.
Pendidikan Indonesia di Masa Islam
Islam datang ke negeri ini dari berbagai sisi, dan sering diceritakan bahwa pembawa Islam ke nusantara lebih banyak datang dari para pedagang. Lalu dimulailah pendidikan informal. Pendidikan yang tak lekang oleh jaman adalah mengaji di surau (musholla, langgar ataupun masjid). Nantinya akan berkembang menjadi pesantren, dan berkembang lagi menjadi lembaga pendidikan modern, mengikuti perkembangan jaman namun tetap pada esensinya.
Para pembawa Islam ini lebih banyak mencontohkan kehidupan mereka sehari-hari. Jika dia pedagang, maka sebagai percontohannya adalah meladeni pembeli dengan senyum dan tidak nakal dalam urusan timbangan.
Pendidikan Indonesia di Masa Portugis
Seorang sejarahwan berbangsa Inggris Furnivall dalam bukunya “ Educational progress in south east asia “ menuliskan keadaan pendidikan di Asia pada umumya dan Indonesia pada khususnya sebelum bangsa barat menjejakkan kakinya dinegara itu, bahwa “ waktu orang Eropa yang mula-mula sampai ditimur jauh, didaerah khatulistiwa mereka dapati sejumlah sekolah dan orang yang pandai tulis-baca lebih banyak daripada yang ada di Eropa ketika itu”
Paragraf di atas saya temukan di sebuah makalah yang sayangnya saya lupa judulnya. Setelah saya tuliskan kembali di notepad, link saya hapus. Maaf. Pokoknya terima kasih buat yang menuliskannya, semoga semakin disayang Tuhan, Amin. Oke lanjut lagi.
Adalah Portugis yang pertama kali datang ke nusantara di permulaan abad 16. Di akhir abad yang sama, disusul dengan Inggris dan Belanda yang juga menjejakkan kakinya ke bumi pertiwi.
Tujuan Portugis datang ke Indonesia adalah untuk melebarkan sayapnya dengan mengembangkan agama Khatolik, selain juga untuk berdagang. Dua maksud yang berpadu menjadi satu hinga kemudian melahirkan maksud-maksud yang lain.
Portugis menganggap keberadaan Islam di bumi nusantara adalah musuh yang harus dimusnahkan, baik di sektor agama itu sendiri, perdagangan (ekonomi), politik, dan segala lini lainnya. Dan syarat dasar untuk mencapai tujuannya adalah pembangunan di bidang pendidikan untuk masyarakat lokal. Bisa jadi ini untuk mengimbangi budaya menimba ilmu di surau oleh masyarakat muslim.
Dibentuklah sekolah guru untuk pertama kalinya di wilayah Indonesia. Sekolah guru itu didirikan di daerah Ternate yang didirikan oleh kaum pendeta portugis. Hal yang sama juga berlaku untuk pulau-pulau lain disekitar Ternate. Sekolah-sekolah ini dibina oleh kaum gerejawan khatolik.
Dengan jalan mengembangkan pendidikan berdasarkan agama khatolik itu bangsa portugis berusaha untuk dapat berpengaruh di segala bidang (terutama ekonomi dan politik). Namun semua itu mengalami kegagalan karena kecerobohan dan keserakahan para penguasa mereka sendiri. Pada tahun 1574 mereka diusir dari ternate dan datanglah bangsa belanda yang uncoba melakukan apa yang elah dilakukan oleh bangsa portugis.
Pendidikan Indonesia di Masa VOC
Pihak Belanda (pada waktu itu masih VOC) seakan mengadopsi jalan yang pernah ditempuh oleh Portugis. Mereka menyebarkan pengaruhnya juga dengan cara mendirikan sekolah. Tapi terlihat sangat jelas, di awal-awal pertumbuhan sekolah di nusantara, VOC sama sekali tak benar-benar berniat untuk membuat rakyat Indonesia pandai. VOC hanya membuat lembaga sekolah sesuai kebutuhan mereka sendiri.
Sekolah yang dibentuk oleh VOC ada di daerah Ternate dan sekitarnya, kemudian Batavia (Batavia akhirnya menjadi pusat pergerakan mereka).
Sebenarnya, masalah pendidikan memang bukan urusan VOC. Mereka bergerak di bidang dagang (yang bersifat menghisap). Tak heran bila ada catatan yang mengabarkan bahwa pada tahun 1779 murid-murid VOC di pantai barat pulau Sumatera hanya sebanyak 37 orang saja. Ini menunjukkan kurangnya perhatian mereka terhadap bidang pendidikan, karena jauh sebelumnya mereka juga berkuasa di daerah ini (akhir abad 16, setelah Portugis).
Pada 1 Januari 1800, VOC dibubarkan oleh pemerintah kerajaan Belanda, setelah sebelumnya mengalami kemunduran dan kemerosotan yang dahsyat. Ini berkaitan dengan mental para karyawan VOC itu sendiri yang senang korupsi dll. Mental yang menular ke penduduk pribumi.
Semenjak itu seluruh daerah Indonesia menjadi tanah jajahan Kerajaan Belanda yang diurus oleh suatu badan yang bernama Aziatische Road. Seluruh kekayaan perusahaan VOC dan seluruh hutang piutangnya jatuh ke tangan Kerajaan Belanda yang pada saat itu masih berstatus sebagai Bataafsche Republik yang tunduk kepada Perancis.
Apakah pergantian ini akan membawa dampak perubahan di bidang pendidikan? Mari kita lanjutkan. Sekarang kita membahas sedikit saja masa-masa singkat kepemimpinan Deandels di Jawa.
Pendidikan Indonesia di Masa Deandels
Semoga anda tidak berharap saya akan menuliskan tentang proses pembangunan Jalan Raya Pos Anyer - Panarukan, karena saya memang tidak hendak menuliskan itu.
Setelah VOC dibubarkan dan selama Belanda masih berstatus Bataafsche Republik, diutuslah Mr. Herman Daendels ke Indonesia. Deandels diberi jabatan sebagai Gubernur Jenderal yang baru pada tahun 1808.
Deandels memang kejam, dialah tokoh yang memerintahkan pembuatan jalan sepanjang 1000 km hanya dalam waktu setahun saja. Jika ada yang tidak bekerja sesuai seleranya, maka matilah. Jalur Anyer - Panarukan sendiri dikabarkan memakan korban sebanyak 12 ribu jiwa. Tapi itu kan yang tercatat, bisa jadi jauh lebih banyak dari itu. dan saya sendiri kok yakin ya, kalau korbannya jauh lebih banyak dari angka 12. 000. Benar-benar masa genosida, pembantaian besar-besaran.
Terlepas dari itu semua, saya mencoba menghadirkan sosok Deandels dari sisi yang lain.
Bicara tentang Deandels sama seperti membicarakan sosok Descartes. Ya, Daendels terobsesi dengan pemikiran Descartes yang ingin mengenalkan ilmu pengetahuan kepada banyak orang. Dan itu coba Deandels hadirkan di bumi pertiwi, berkebalikan dengan sosoknya yang sepintas sangat terilhat sombong dan metao. Tapi tak apalah, saya akan tetap menuliskannya dan memandang sosok Deandels dari berbagai sisi.
Di media kompasiana, saya mendapati tulisan bergizi dari seorang kompasianer bernama Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto. Dia menulis artikel berjudul, Bapak Pendidikan Kita: Daendels atau Ki Hadjar Dewantara?
Jika tertarik, anda bisa membacanya di sini.
Mas Anton DH Nugrahanto menuliskan, bahwa pada tahun 1811 (di Batavia), Daendels melihat begitu banyak kematian bayi-bayi, dan tidak adanya perawatan kesehatan. Itu membuat Daendels memerintahkan dibentuknya sekolah bidan. Bisa dibilang, ini merupakan sekolah kedokteran tahap pertama sebelum adanya sistem pendidikan yang sistematis pada masa-masa selanjutnya.
Wah, saya tercengang oleh kenyataan ini. Bisa jadi, sekolah kebidanan bentukan Deandels adalah cikal bakal berdirinya STOVIA (sekolah juru kesehatan) pada 2 Januari 1849.
Ada hebatnya juga si Daendels ini. Dia membangun pendidikan tanpa jiwa nasionalisme, melainkan hanya sekedar ingin menyebarkan ilmu pengetahuan.
Alasan Kenapa Belanda Merasa Perlu Mendirikan Pendidikan di Indonesia
Sudah saya tuliskan di artikel-artikel sebelumnya tentang kenapa Belanda menyelenggarakan pendidikan di negeri ini. Tidak jauh berbeda dengan ketika pertama kali Portugis datang ke Indonesia (dan membentuk sekolah-sekolah), Belanda juga memiliki agenda agama untuk negeri jajahannya. Terbukti oleh langkah-langkah para misionaris di awal kedatangan Belanda.
Cerminan politik di masa itu (seratus tahun pertama keberadaan Belanda di Indonesia), semuanya bergerak di zona agama. Dan bidang penelitian adalah wilayah kerja para misionaris.
Kemudian Belanda kembali memikirkan situasi politik tersebut. Ini adalah gambaran situasi yang mudah memercikkan api dan bisa menimbulkan ketegangan antara misionaris dan pemimpin Muslim.
Pemerintah Kerajaan Belanda berkeyakinan, mengganti peran misionaris dengan lembaga penelitian sekuler bisa meminimalisasi konflik tersebut. Lembaga penelitian juga lebih efisien ketimbang menggunakan jasa misionaris. Dan kemudian lahirlah sebuah lembaga penelitian pertama di Hindia Belanda, bernama Bataviasche Genootschap van Kusten en Westenscappen. Lahir pada 1778.
Bataviasche Genootschap van Kusten en Westenscappen bergerak dalam bidang sosial, humaniora dan ilmu alam, dengan agenda untuk meng-advokasi perdagangan, kesejahteraan sosial, dan persoalan pertanian di Indonesia. Lalu pada 1851, upaya penelitian tersebut dilembagakan dalam lembaga bernama KITLV. Anda bisa membacanya di artikel saya yang berjudul, Peran KITLV Untuk Belanda dan Indonesia.
Jadi, alasan pertama kenapa Belanda merasa perlu mendirikan pendidikan di Indonesia adalah karena poros agama.
Anda yang suka dan ingin mencari tahu latar belakang dunia pendidikan dan budaya di masa itu, silahkan membaca karya Prof. Dr. Mohammad Dimyati, berjudul: LANDASAN PENDIDIKAN, Analisis Keilmuan, Teorisasi, dan Praktek Pendidikan. Tulisan (format PDF) bisa anda temukan di sini.
Saya sudah menulis banyak hal tentang pendidikan di masa Hindia Belanda abad XIX, anda cukup menelusurinya di artikel-artikel dalam blog sederhana ini. Jika saya meringkasnya (ditambah dengan sumber yang baru), maka akan tertulis seperti ini.
Catatan Ringkas Mengenai Landasan Pendidikan di Masa Hindia Belanda
1779 - Tercatat bahwa murid-murid ( di sekolah bentukan VOC) di pantai barat pulau Sumatera hanya sebanyak 37 orang saja.
1811 - Dibentuk sekolah bidan oleh Deandels.
Sedikit sisipan : Indonesia di masa jajahan Inggris, 1811 - 1816
Sejarah mencatat, bahwa antara tahun 1811 hingga 1816, terjadi pergumulan besar di Indonesia, antara dua kekuatan. Ketika itu pertahanan Daendels dijebolkan oleh Inggris. Kekuasaan akan Indonesia berpindah ke tangan Inggris, antara tahun 1811 - 1816. Indonesia ada di bawah pengawasan Lord Minto, seorang Gubernur Jendral Inggris untuk jajahannya di Asia Selatan-Tenggara yang berkedudukan di Kalkuta. Berlaku sebagai Wakil Gubernur Jendral Inggris adalah Letnan Jendral Raffles
Di masa ini tidak ada catatan yang menyinggung dunia pendidikan (atau mungkin saya tidak berhasil menemukannya).
Oleh sebab perkembangan politik di Eropa yang tidak stabil, Indonesia diserahkan kembali kepada Belanda oleh perwakilan Inggris bernama John Fendall (yang menggantikan Raffles). Ini terjadi pada 12 Maret 1816.
Kisah tentang pendidikan di Indonesia berlanjut pada 1818.
1818 - Adanya peraturan pemerintah (kerajaan Belanda di Indonesia) yang menetapkan bahwa pribumi diperbolehkan untuk sekolah di sekolah-sekolah Belanda. Selanjutnya pemerintah akan menetapkan peraturan-peraturan mengenai tata tertib yang diperlukan sekolah-sekolah bagi pribumi itu.
Sayangnya, saat itu kondisi politik di Jawa tidak memungkinkan bagi pemerintah untuk dapat segera merealisasikan peraturan tersebut. Hal ini diakibatkan oleh adanya perang Jawa (Perang Diponegoro 1825 - 1830 yang menyebabkan Londo bangkrut total, haha.. kapok koen le) dan Cultuur Stelsel yang sangat menyita perhatian pemerintah.
1948 - Tahun ini pihak Belanda baru bisa merealisasikan gagasan sebelumnya (1818). Dan pada 1848 pula, untuk pertama kalinya pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan pendidikan dasar untuk masyarakat pribumi.
1856 - bahasa Belanda mulai diajarkan, murid sekolah tersebut bertambah bangga oleh sebab kepandaiannya mempergunakan bahasa asing. Ini berpengaruh pada peningkatan derajat mereka di tengah masyarakat.
1871 - bahasa Belanda sudah merupakan bahasa wajib yang harus dipelajari oleh semua murid dan harus lulus dengan baik. Tamatan Sekolah-sekolah harus pandai berbahasa Belanda dengan lancar. Semenjak itu ukuran kepandaian murid adalah kecakapan mereka dalam mempergunakan bahasa Belanda sehari-hari.
1885 - bahasa Belanda dijadikan bahasa pengantar di Sekolah.
Sewaktu bahasa Belanda sudah merupakan bahasa Wajib di Sekolah, sekolah lain yang lebih rendah tingkatannya sudah banyak didirikan oleh Belanda seperti sekolah Valksschool, Vervolgschool, Sekolah Kelas Satu, Normaalschool, dan beberapa lagi.
Sejarah mencatat, bahwa tidak semua sekolah di Indonesia menggunakan pengantar berbahasa Belanda. Ini adalah kepincangan tersendiri.
1892 - Adanya penyempurnaan kembali peraturan tahun 1848. Bunyinya berkisar pada keharusan untuk membuat pendidikan dasar pada setiap Karesidenan, Kabupaten, Kawedanaan, atau pusat-pusat kerajinan, perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu.
1898 - Lebih menyempurnakan kembali konsep dan peraturan seputar pendidikan. Tercatat bahwa penerapan konsep yang disempurnakan ini dilakukan pada 1901, di pembuka abad XX dan awal politik etis.
1899 - Seorang ahli hukum Belanda bernama Conrad Theodore van Deventer mencetuskan gagasannya (pada 1899) tentang politik balas budi atau lebih dikenal dengan Politik Etis. Segala hal tentang van Deventer bisa anda baca di wiki.
Politik etis gagasan van Deventer diarahkan untuk kepentingan penduduk bumi putera dengan cara memajukan penduduk asli secepat-cepatnya melalui pendidikan secara barat.
Pemerintah mendasarkan kebijaksanaannya pada pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1. Pendidikan dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi golongan penduduk bumi putera.
2. Pemberian pendidikan rendah bagi golonan bumiputera disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Wah, panjang sekali artikel ini, apa ada yang baca ya? Maaf sekali untuk para pembaca. Mata anda pasti lelah saat membaca tulisan ini di layar monitor. Sekali-sekali selingi dengan nyruput kopi yah, hehe. Gak apa-apa lah tulisannya panjang, sekalian saya belajar lagi. Sewaktu-waktu saya butuh, maka saya tahu harus mengintip kemana.
Sebagai penutup untuk ulasa Pendidikan di masa Hindia Belanda, saya hanya akan mengingatkan (diri saya sendiri) tentang garis-garis besar tujuan pendidikan di masa itu. Berikut adalah ringkasannya yang terbagi dalam empat poin.
1. Pemerintah Belanda (di Indonesia) berusaha untuk tidak memihak kepada salah satu agama tertentu. Muatan tentang agama-nya kering. Yang saya maksud adalah agama yang dipeluk oleh penduduk lokal (yang tidak sama dengan agama yang dianut Belanda).
Kadang para siswa pribumi dipaksa untuk menghapal nama-nama kota di Belanda. Ini jelas nampak sangat lucu. Pribumi lebih senang menjuluki konsep pendidikan Belanda ini dengan nama pendidikan sekuler.
2. Pendidikan jaman Hindia Belanda kering muatan lokal, seperti sengaja tidak untuk mencetak siswa yang dapat hidup selaras dengan lingkungan, tetapi supaya anak didik di kelak kemudian hari dapat mencari penghidupan atau pekerjaan demi untuk kepentingan pemerintah. Pantaslah jika sampai hari ini cita-cita menjadi pegawai di instansi yang dianggap 'aman' masih populer.
3. Pendidikan di masa Hindia Belanda tidak mengenal kata setara, sebuah kata yang biasa diperjuangkan oleh kawan-kawan punk di abad XX. Sistem persekolahan disusun menurut perbedaan lapisan sosial yang ada dalam masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa.
4. Pengukuhan atas golongan priyayi. Karena pada umumnya, pendidikan diarahkan untuk membentuk suatu golongan elite sosial agar dapat dipakai sebagai alat bagi kepentingan atau keperluan supremasi politik dan ekonomi Belanda di Indonesia.
Pendidikan Indonesia di Masa Jepang
Saat Jepang menyerang Indonesia dimulai dari Sumatra Selatan (Februari 1942) kemudian Jawa, ada perubahan besar-besaran di bidang pendidikan kita. Berikut adalah poin-poin pentingnya.
1. Sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan Pasifik. Ini berhubungan erat dengan motto, Kemakmuran Bersama Asia Raya.
2. Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda.
Hal ini ditandai dengan ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa Belanda, pelarangan materi tentang Belanda dan bahasa-bahasa Eropa lainnya.
Termasuk yang harus ditutup adalah Hollandsche Chineesche School atau HCS, sehingga memaksa peranakan China kembali ke sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi Hua-Chino Tsung Hui, yang berimplikasi pada adanya proses resinification (penyadaran dan penegasan identitas sebagai keturunan bangsa China).
3. Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
4. Jepang memandang perlu untuk melatih guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya.
Pendidikan Indonesia di Awal Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, pemerintah yang baru di bentuk menunjuk Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan dan Pengajaran. Masa kerjanya singkat, mulai 19 Agustus 1945 hingga14 November 1945. Menteri selanjutnya juga memiliki masa kerja (pengabdian) yang singkat.
Oleh sebab masa jabatan yang umumnya amat singkat tersebut, pada dasarnya tidak bayak yang dapat diperbuat oleh para Menteri Pendidikan dan Pengajaran, selain hanya memperluas konsep yang sudah ada sebelumnya.
Kurikulum sekolah di masa itu memiliki tujuan sebagai berikut:
• Meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat
• Meningkatkan pendidikan jasmani,
• Meningkatkan pendidikan watak,
• Memberikan perhatian terhafap kesenian,
• Menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari,
• Mengurangi pendidikan pikiran.
Meletusnya G 30 S / PKI juga mempengaruhi perjalanan pendidikan di Indonesia. Pasca kejadian tersebut, diadakanlah perubahan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Membentuk manusia pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikenhendaki oleh pembukaan UUD 1945”. Hal ini tercatat dalam TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan kebudayaan.
Sistem pendidikan di Indonesia meliputi tiga tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
1. Pendidikan rendah adalah Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun.
2. Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah tinggi. Berikut adalah jenis-jenis sekolah menengah pertama.
Sekolah Menengah Pertama, masa studi tiga tahun
- SMP : Sekolah Menengah Pertama, sebagai sekolah menengah pertama yang sifatnya umum
- STP : Sekolah Teknik Pertama
- ST : Sekolah Teknik
- KKN : Kursus Kerajinan negeri
- SKP : Sekolah Kepandaian Putri (dan sekolah dagang), sebagai sekolah menengah pertama kejuruan.
- SGB : Sekolah Guru B
- SGC : Sekolah Guru C
Sekolah Menengah Tinggi, masa studi tiga tahun
- SMT : Sekolah Menengah Tinggi, sebagai sekolah menengah umum
- STM : Sekolah Teknik Menengah
- SGKP : Sekolah Guru Kepandaian Putri
- SGA : Sekolah Guru A
- Kursus Guru
Pendidikan Indonesia Periode 1969 - 1994
Selama rentang waktu 25 tahun tersebut, pendidikan di negeri ini mengalami banyak kemajuan di beberapa sisi.
Hal ini setidaknya ditandai oleh tiga hal:
1. Semakin luasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan
2. Meningkatnya jumlah sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia serta tenaga yang terlibat dalam pendidikan.
3. Meningkatnya mutu pendidikan dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
Periode ini dianggap sebagai periode pendidikan Indonesia yang semakin mantab. Apalagi dengan disahkan UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional beserta sejumlah peraturan pemerintah yang menyertainya.
Namun demikian, bukan berarti periode ini tanpa hambatan. Setidaknya ada dua hal yang bisa kita kolomkan.
1. Belum tercapainya pemerataan kesempatan untuk mamperoleh pendidikan (terutama SD).
2. Mutu pendidikan yang masih terus menerus diupayakan dengan cara peningkatan relefansi pendidikan, efektifitas, dan efisiensi pendidikan. Semuanya untuk menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Dua hal yang tidak bisa dilupakan dalam periode ini.
1. 2 Mei 1984 - Indonesia memulai wajib belajar 6 tahun untuk tingkat SD
2. 2 Mei 1994 - Indonesia memulai wajib belajar 9 tahun untuk tingkat SMP
Pendidikan Indonesia di Masa Sekarang
Bagaimana dengan pendidikan Indonesia di masa sekarang? Sepertinya kita sendiri yang harus menjawabnya. Terima kasih.
Salam Gaya Bulbul!
menurut cerita ayah saya, di wilayah selatan smp yang sudah ada sejak zaman belanda adalah SMP Kasiyan (sekarang diganti nama smp negeri 2 puger)
BalasHapusKeren.. terima kasih bagi-bagi infonya :)
HapusMenambah pengetahuan mas Hakim.
BalasHapusTapi pernah gak dengar ungkapan seandainya kita dijajah bangsa Inggris yang memperhatikan pendidikan pribumi jajahannya sehingga sekarang negara2 persemakmurannya menjadi negara yg maju. Apa iya ya? Tapi sepertinya begitu. Misalnya Malaysia dan Singapura yg dulunya telat merdekanya ketimbang Indonesia.
Hehe.. segala bentuk penjajahan adalah buruk Mbak Nov. Tidak ada satu bangsa yang cukup baik untuk memerintah bangsa yang lain. Jadi setiap bangsa harus mandiri dan merdeka. Mungkin itu maksud dari kalimat, "Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.."
HapusMakasih apresiasinya ya Mbak. Maaf baru balas komentar.