Sekolah Desa atau Volkschool, adalah sekolah yang disediakan oleh Pemerintah Jajahan Belanda untuk menampung hasrat anak-anak desa yang ingin bersekolah. Lama waktunya hanya 3 tahun. Setelah selesai, bagi yang berminat bisa meneruskan ke Sekolah Lanjutan atau Vervolgschool yang lebih dikenal dengan Sekolah Ongko Loro, sampai tamat klas 5.
Saya menemukan paragraf di atas dari tulisan Bapak Slamet Wijadi di blog Blogger Purworejo Community. Judul tulisan beliau adalah Mengenang SEKOLAH DESA Wunut di Jaman Belanda.
Yang menarik, blog ini ditulis oleh pelaku sejarahnya sendiri. Dimulai dari tahun 1938 (di pagi hari) saat beliau dibangunkan Bapaknya untuk sekolah. Usia Bapak Slamet Wijadi waktu itu masih 6 tahun, sedangkan aturan pihak Belanda adalah 7 tahun. Namun setelah melewati negosiasi, akhirnya bisa juga Bapak Slamet Wijadi sekolah di Sekolah Desa.
"Setahu saya yang masuk sekolah rata-rata usianya antara 7-8 tahun. Waktu itu tidak ada yang tahu tanggal/tahun kelahiran, jadi ya cuma dikira-kira saja. Ukurannya kalau tangan kanan bisa pegang telinga liwat kepala sudah dianggap layak masuk. Saya waktu masuk usianya sekitar 6 tahun tetapi sudah bisa pegang telinga ya langsung diterima. Memang Volkschool/Sekolah Desa gratis, bahkan untuk masuk saja harus di “paksa” oleh aparat desa, karena biasanya anak-anak seusia itu harus membantu pekerjaan orang tuanya di sawah, jadi bukan saja bisa ikut sekolah, tetapi setengahnya “dipaksa”, itulah kenyataannya…"
Bapak Slamet Wijadi menutup kisahnya dengan kalimat-kalimat di bawah ini:
Sekolah Desa kemudian digabung dengan Ongko Loro menjadi Sekolah Rakyat 6 tahun yang oleh Jepang dinamakan Kokumin Gakko.
Saya tertarik dengan Sekolah Ongko Loro. Karena kalau ada Ongko Loro (angka dua) pastilah ada Sekolah bernama Ongko Siji. Dan saya menemukannya di makalah karya I Ktut Sudiri Panyarikan, berjudul, Sejarah Pendidikan di Indonesia: Jenjang Pendidikan Dasar pada Jaman Hindia Belanda Tahun 1900 - 1942.
Sekolah Ongko Siji atau Sekolah Dasar Kelas Satu
Istilah Belandanya, De Scholen der Eerste Klasse. Sekolah dasar kelas satu adalah sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak para pemuka, tokoh terkemuka dan orang terhormat pribumi.
Sekolah Ongko Loro atau Sekolah Dasar Kelas Dua
Istilah Belandanya, De Scholen der Tweede Klasse. Sekolah dasar kelas dua adalah sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak pribumi pada umumnya (petani, buruh, dan sebagainya).
Sekolah Ongko Siji dan Ongko Loro Berdasarkan SK Raja Tahun 1892
Adanya dua sekolah di atas tidak terlepas dari kondisi politik saat itu. Politik kolonial liberal sebagai sebagai landasan penyelenggaraan pendidikan dasar pada jaman Hindia Belanda ditandai dengan keluarnya keputusan Raja Belanda tanggal 28 September 1892 (lembaran negara tahun 1893 Nomor 125).
Disamping penetapan tentang diferensiasi (perbedaan-perbedaan) sistem pengajaran, maka keputusan ini juga menetapkan sekolah-sekolah bagi penduduk pribumi yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu sekolah dasar kelas satu dan sekolah dasar kelas dua.
44 Tahun Sebelumnya..
Pada 1848, untuk pertama kalinya pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan pendidikan dasar untuk masyarakat pribumi. Peraturan 1848 tersebut disempurnakan pada tahun 1892. Bunyinya berkisar pada keharusan untuk membuat pendidikan dasar pada setiap Karesidenan, Kabupaten, Kawedanaan, atau pusat-pusat kerajinan, perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu. Peraturan ini terus disempurnakan hingga adanya politik etis di pembuka abad XX.
Penutup
Sekolah Desa adalah sekolah dasar dengan masa pendidikan 3 tahun. Nantinya sekolah ini menjadi SR atau sekolah rakyat, digabung dengan Sekolah Dasar Ongko Loro (Ongko Siji tidak ikut penggabungan, karena sedari semula tidak dirancang untuk Bumiputera atau pribumi), dengan masa pendidikan 6 tahun. Sepertinya masa pendidikan sekolah dasar tidak berubah sampai saat ini, yaitu masa SD.
Ada juga sekolah dasar pribumi yang langsung melaksanakan pendidikan dasar secara penuh selama 7 tahun yaitu Hollands Indische School (HIS). Lulusannya setara dengan lulusan Schakelschool (sekolah peralihan dari penggunaan bahasa daerah ke bahasa Belanda sebagai pengantar), dengan pengantar bahasa daerah untuk kelas I,II,III dengan pelajaran tambahan bahasa Belanda dan pengantar bahasa Belanda untuk kelas IV,V,VI dan VII.
Sesuai kondisi di masa itu terdapat pula sekolah sekolah sederajat HIS yang dikhususkan untuk suatu golongan antara lain Europeesche Lagere School (ELS) untuk golongan Eropa, Hollands Chinese School (HCS) untuk golongan Tionghoa, Hollands Arab School (HAS) untuk golongan Arab/Timur Tengah dan Ambonese School untuk anak-anak prajurit KNIL keturunan Ambon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon maaf, saya mengaktifkan moderasi pada kolom komentar, untuk entri yang lebih lawas --14 hari. Salam.