Jumat, 05 Desember 2014

Tinjau Ulang Hari Jadi Jember

Jumat, 05 Desember 2014
Radar Jember Edisi Jumat, 5 Desember 2014

Para sejarawan dan pemerhati sejarah di Jember mendesak Pemkab Jember untuk meninjau penetapan Hari Jadi Jember yang biasa diperingati setiap 1 Januari. Hari Jadi Jember yang merujuk pada terbentuknya Pemerintah Kabupaten Jember pada 1 Januari 1929 dianggap sudah tidak relevan lagi.

Desakan itu mengemuka dalam Forum Diskusi 99 yang diselenggarakan di kantor Jawa Pos Radar Jember kemarin (4/12). Diskusi yang dimoderatori Hari Setiawan, pemimpin redaksi Jawa Pos Radar Jember mengambil tema Menelisik Kembali Sejarah Jember.

Edi Burhan Arifin, narasumber dari Fakultas Sastra Universitas Jember (Unej), mengatakan, penetapan hari jadi sebuah daerah biasanya merujuk pada empat aspek. Antara lain, adanya peninggalan tertua. "Dari aspek ini, jelas Jember tidak mungkin baru terbentuk pada 1929," tegasnya.

Hari Jadi 1 Januari Tak Ada Dasar Hukumnya

Sebab, kata dia, Jember memiliki salah satu peninggalan sejarah tertua, yaitu prasasti Congapan di Sumberbaru. Para sejarawan memperoleh data bahwa prasasti itu bertahun 1088 Masehi. Adanya prasasti menandakan sudah terbentuk komunitas masyarakat di sebuah daerah.

Aspek lainnya, lanjut Edi, adalah memunculkan rasa bangga. Asal muasal Jember pada 1 Januari 1929 tidak memunculkan rasa bangga itu.

"Dalam sebuah seminar di pemda, Almarhum KH Mursyid pernah mengatakan sejak dirinya remaja sudah ada Jember. Itu saja sudah tidak ada rasa bangga karena usia Jember belum satu abad," tuturnya.

Selanjutnya, aspek yang lain adalah adanya rasa bangga sebagai warga daerah serta penetapan hari jadi harus bercorak Indonesia sentris. "Sedangkan Hari Jadi Jember kan merujuk pada Staatblad 322. Ini produk keputusan dari Gubernur Hindia Belanda," ujarnya.

Padahal, lanjut Edi, jika menelisik sejarah pemerintahan sebenarnya ada pula dokumen sejarah lain yang menyebutkan bahwa pada 1883 Afdeling (setara Kabupaten) Jember dipisah dari Afdeling Bondowoso. Saat itu di Jember sudah ditempatkan seorang asisten residen.

"Tidak mungkin Belanda menempatkan asisten residen kalau saat itu Jember tidak memiliki penduduk,' tegasnya.

Menurut Retno Winarni, sejarawan Universitas Jember (Unej), narasumber lain, sudah banyak fakta sejarah bahwa masyarakat Jember sudah terbentuk jauh sebelum 1929. Misalnya, sebelum Jember era Hindia Belanda, di Puger sebenarnya sudah ada unit pemerintahan yang menjadi kepanjangan tangan Majapahit.

Ketika terjadi perang Paregreg pada 1401-1406, Wirabhumi berhasil dikalahkan Majapahit. Lalu, pengikutnya melarikan diri di sekitar lereng Gunung Semeru, seperti di Senduro, Gucialit, dan Pasrujambe. Selanjutnya, terus menyebar ke kawasan timur.

Kerajaan Blambangan yang sebelumnya beribu kota di Patukangan (Panarukan sekarang, Red) akhirnya memindahkan ibu kotanya di Kedawung (Puger sekarang? Red) setelah berperang dengan Demak. "Hal ini membuktikan, sebelum Puger menjadi ibu kota Blambangan, di Puger sudah ada unit pemerintahan. Tidak mungkin Blambangan memindahkan ibu kotanya ke Puger kalau tidak adanya pemerintahan sebelumnya," papar doktor lulusan UGM ini.

Bahkan, lanjut dia, di era Mataram, Puger menjadi salah satu wilayahnya di pesisir selatan bagian timur jawa. Ketika Probolinggo dan Banyuwangi mengirim seribu cacah (semacam pajak tanah) ke Mataram, Jember malah diwajibkan mengirim dua ribu cacah. "Ini menandakan penduduk Jember lebih banyak daripada Banyuwangi dan Probolinggo," tandasnya.

Dengan berbagai fakta sejarah itu, Edi menegaskan, sudah waktunya Hari Jadi Jember pada 1 Januari ditinjau ulang. "Selain dasar yang dipakai itu merujuk pada keputusan Belanda yang Netherland sentris, ada banyak fakta sejarah lain yang menyebut Jember sudah terbentuk sejak ribuan tahun sebelumnya," katanya.

Sejumlah peserta diskusi sepakat bahwa Hari Jadi Jember bukan 1 Januari. "Apalagi, saya sudah cek ke Bagian Hukum Pemkab Jember, penetapan 1 Januari sebagai Hari Jadi Jember itu tidak ada dasar hukumnya sama sekali, baik itu perda maupun peraturan bupati," kata Y. Setiyo Hadi, ketua Taman Baca Budaya (TBB) Salam Jember, yang juga perintis Museum Boemi Puger ini.

Kepala Bappekab Jember Edy Budi Susilo mengatakan, pihaknya sejak lama mendapat aspirasi agar pemkab melakukan kajian dan penelitian lebih dalam tentang sejarah Jember. "Kalau memang masyarakat menilai saatnya pemkab meneliti kembali sejarah Jember, maka kami akan membentuk tim kecil untuk melakukan penelitian pada 2015 dengan dukungan APBD," ungkapnya.

Bappekab, kata dia, akan melibatkan berbagai komponen masyarakat yang mengetahui sejarah dan memiliki data-data mengenai Jember untuk terlibat dalam tim kecil tersebut. Diharapkan, ending yang muncul ada produk hukum yang menjadi dasar penetapan Hari Jadi Jember. (gus/cl/har)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf, saya mengaktifkan moderasi pada kolom komentar, untuk entri yang lebih lawas --14 hari. Salam.

RZ Hakim © 2014