Oleh RZ Hakim
Hari ini saya dan sedikit teman di Keluarga Tamasya --Band-- menyelenggarakan sebuah diskusi kecil, berbicara seputar dunia ekonomi dan lingkungan. Acara ini kami namakan 3eNG: Ngobrol Ngalor Ngidul, bertempat di Kedai Gubug belakang Hotel Royal Jember. Acara dimulai sedari pukul tiga sore.
Mengapa kami membuat acara ini?
Tadinya kami hanya hendak membantu teman, Farid Solana beserta istri, Gamar Tan. Mereka dari SOGA Institute. Saya baru mengenal mereka pada tiga puluh empat hari yang lalu, atas inisiatif seorang teman baik bernama Wisnu. Farid Solana dan Gamar Tan atas nama SOGA Institute, mereka berencana hendak membuat Project Talk Show Ekonomi Outlook 2015, bertempat di Gedung Soetradjo Jember pada bulan Februari. Sebagai awalan, PADA 22 Januari lalu pihak SOGA Institute memiliki ide dadakan, yaitu mengadakan sebuah diskusi kecil pra acara. Ide ini kami bicarakan lagi pada 24 Januari 2015, bertempat di rumah saya.
Jadi konsep diskusi --pra acara Project Talk Show Ekonomi Outlook 2015-- yang mereka inginkan adalah sebentuk diskusi formal. Tema dari Farid adalah Jember Kini dan Nanti. Maksudnya, melihat Jember dari sisi ekonomi, pertanian, lingkungan, dan budaya. Di sana akan ada backdrop bertuliskan SOGA Institute, kupon untuk 50 orang peserta diskusi masing-masing setara dengan Rp. 10.000,- yang bisa ditukar dengan menu yang tersedia di Kedai Gubug. Satu lagi, masing-masing peserta diskusi akan mendapatkan satu kotak konsumsi makanan yang direncanakan akan dipesankan ke Kapok Lombok, per porsi empat belas ribu rupiah. Ada juga uang saku untuk empat pemateri, masing-masing pemateri lima ratus ribu rupiah. Untuk MC dan moderator juga akan mendapatkan uang saku dari SOGA Institute. Mereka juga ingin seluruh panitia mengenakan kaos yang seragam, bertuliskan panitia. Kata pihak SOGA, untuk membedakan mana yang panitia dan mana yang peserta. Juga sebagai cinderamata ketika diskusi telah usai. Adapun tujuan acara ini versi Farid Solana; Menjaring aspirasi warga Jember untuk SOGA Institute Open Forum Series.
Di malam itu --24 Januari 2015-- saya mengupayakan daya tawar yang lain mengenai konsep acara. Intinya, acara tidak terlalu formal dan tidak melulu tentang menjaring data. Saya lebih senang jika diskusi tersebut dilaksanakan atas nama ilmu pengetahuan. Farid Solana dan Gamar Tan tetap bersikukuh jika diskusi ini, meskipun santai, tetapi tetap harus formal.
"Formal Mas, tapi santai. Biar masyarakat Jember terbiasa dengan acara formal," ujar Gamar Tan.
Tentu saya sulit untuk melakukan daya tawar lagi. Jauh-jauh hari saya sudah bicara dengan mereka bahwa kami di Keluarga Tamasya terbiasa dengan proses kolektif. Itu saya katakan di hari pertama berjumpa saat berkenalan di Macapat Cafe, 29 Desember 2014. Saya tawarkan pada mereka, jika membuat acara besar sebaiknya meminta bantuan teman-teman EO atau rekan LSM yang terlatih untuk berkecimpung di acara seperti itu. Mereka enggan, dengan alasan tidak ingin melibatkan EO dan LSM. Entah kenapa.
Di pertemuan sebelumnya, 22 Januari 2015, Farid Solana hanya membawa ide dadakan, yaitu membuat diskusi pra acara Project Talk Show Ekonomi Outlook. Mengenai kapan sebaiknya dilaksanakan, tentang nama-nama pemateri (Farid Solana ingin ada empat pemateri, masing-masing mengampu bidang ekonomi, lingkungan, pertanian, dan budaya), tentang teknis peralatan yang dibutuhkan serta konsumsi, saya dan istri yang membantu mengusulkannya. Juga, tentu saja yang paling penting untuk SOGA Institute, mengumpulkan teman-teman komunitas.
Rupanya obrolan pada malam hari di kediaman saya --24 Januari 2015-- adalah perbincangan terakhir antara saya dan Farid Solana beserta istrinya, Gamar Tan. Setelah itu tak ada lagi komunikasi dari mereka.
Pada 27 Januari 2015 saya bicara pada dua sahabat, Achmad Bahtiar a.k.a Bebeh dan Wisnu. Waktu terus berjalan, sementara hari yang disepakati untuk mengadakan diskusi semakin dekat. Apa yang harus kita lakukan jika tak ada lagi komunikasi dengan Farid Solana beserta istri? Ketika itu kami berpikir, mungkin mereka sedang tidak enak badan. Menurut Wisnu, acara sebaiknya tetap dilanjut, dengan konsep berbeda. Nada serupa juga saya dengar dari Achmad Bahtiar.
Esok harinya, tiga hari sebelum jadwal rencana acara, masih tidak ada komunikasi. Saya dan Achmad Bahtiar kembali berbicara, bertempat di rumah saya. Malam itu, ada ide dari Achmad Bahtiar, tema acara yang tadinya adalah Jember Kini dan Nanti, berganti menjadi 3eNG: Ngobrol Ngalor Ngidul. Kami meminta Cak Dai dan Mas Ari untuk tetap menjadi teman bicara di bidang lingkungan dan ekonomi. Sedangkan dua pembicara lainnya yang direncanakan berbicara di bidang budaya dan pertanian, tidak jadi kami hubungi.
Tentu di acara ini --3eNG: Ngobrol Ngalor Ngidul-- tak ada lagi kupon untuk 50 orang peserta, tak ada kotak makan yang sedianya beli di Kapok Lombok, tak ada uang saku untuk pemateri (masing-masing Rp. 500.000,-), tak ada backdrop SOGA Institute karena kami mengatasnamakan Keluarga Tamasya, tak ada uang saku untuk MC maupun Moderator, dan beberapa 'tak ada lagi' lainnya.
Jadi teman-teman, kami hanya sedang menuntaskan ide dari rekan baru. Di pembuka acara 3eNG: Ngobrol Ngalor Ngidul, akan kami katakan jika ide ini berawal dari pihak SOGA Institute, Farid Solana dan Gamar Tan. Serta tentu saja ucapan terima kasih kepada mereka.
Sekian penjelasan dari saya mengenai mengapa kami membuat acara 3eNG: Ngobrol Ngalor Ngidul. Hal-hal lain yang belum saya tuliskan secara rinci di sini, Insha Allah akan saya tuliskan di lain waktu secara kronologis.
Terima kasih dan salam lestari.
Acara gayeng ini sangat bagus. Silaturahmi, ngobrol bareng da pada akhirnya disimpulkan utuk apa kita diciptakan Tuhan dan apa yang sudah, belum, dan akan kita lakukan.
BalasHapusSalam hangat dari Surabaya
Terima kasih Pakde, salam hangat kembali dari kami di Jember
Hapus