Minggu, 18 Oktober 2015

Jelajah Negeri Tembakau

Minggu, 18 Oktober 2015

Jelajah Negeri Tembakau. Foto oleh Andrey Gromico.

"Semisal kamu ke Lombok untuk urusan tembakau, jangan bilang jika kamu berasal dari Kalisat. Bilang saja dari Jember, Jawa Timur. Tak perlu kau sebut-sebut nama kecamatan Kalisat."

Mulanya saya tak mengerti apa yang dimaksud Mustafa, salah seorang 'pemain' tembakau dari Kalisat. Ia mengatakannya dua hari sebelum saya berangkat ke Lombok. Mustafa mengira tujuan saya ke Lombok adalah untuk urusan niaga. Dia bilang, "Syarat berniaga yang paling dasar adalah kepercayaan. Nah, itu dia yang kita tidak punya." Dulu sekali, setiap musim tembakau tiba, ia beserta sedikit teman-temannya sesama pedagang tembakau sering bolak-balik Jember-Lombok untuk urusan tembakau. Namun setelah ada segelintir penipu --dari Kalisat-- yang suka tidak suka juga turut mencoreng nama baiknya, Mustafa semakin jarang ke Lombok.

"Pedagang dari Kalisat, mereka pandai sekali. Mula-mula beli tembakau dari Lombok sekian ton, lalu dibawa ke Jember atau ke Temanggung, uang cair. Kadang diberi bonus uang lebih. Pembelian kedua cair! Begitu pembelian ketiga dan seterusnya, tiba-tiba dia hilang entah kemana. Yang diingat oleh orang Lombok tentu daerah asal si penipu. Kalisat!"

Kepada Mustafa saya ucapkan terima kasih telah berbagi kisah. Lalu, agar dia tidak khawatir, saya bercerita tentang asal muasal mengapa hendak bepergian ke Lombok.

"Jadi begini, ada seorang teman yang kini tinggal di Jakarta, Nuran namanya. Di pemula bulan September kemarin dia menawarkan sebuah ajakan untuk jalan-jalan ke Lombok, dengan sedikit liputan. Nama acara itu, Jelajah Negeri Tembakau. Ini kali ketiganya Jelajah Negeri Tembakau diselenggarakan. Nuran bilang, nanti kita bakal diajak jalan-jalan ke perkebunan tembakau, ngobrol dengan petani, dan main ke gudang tembakau untuk melihat proses sortasi dan lain-lain. Pikir saya, menarik sekali. Dengan senang hati tawaran itu saya terima."

"Oh, saya kira Mas Hakim mau dagang mbako," ujar Mustafa. Saya tertawa mendengarnya.

"Begitu saya cerita ke istri tentang Jelajah Negeri Tembakau, eh dia juga ingin turut serta. Iseng Hana bertanya kepada Nuran, apa masih ada satu kursi kosong di Jelajah Negeri Tembakau. Ndilalah Nuran mengusahakannya, Hana pun tercatat sebagai salah satu peserta. Saya garuk-garuk kepala, membayangkan apa jadinya nanti jika dia mabuk perjalanan."

"Jadi ini ceritanya, berangkat dari negeri tembakau Jember menuju negeri tembakau Lombok." Saya tertawa mendengar ucapan Mustafa.

Kata Mustafa, ada satu obat mujarab jika tak ingin mabuk selama perjalanan. "Ambil sedikit tembakau yang sudah kering dan dirajang, remas-remas pakai jari, lalu taruh di pusar. Boleh juga diberi isolasi agar tembakau tak jatuh. Dijamin tidak mabuk!" Hana turut mendengarnya sambil mesam-mesem. Kelak, dia lupa untuk mencobanya.

Sakit Gigi di Bulan Oktober

Cepat sekali waktu berganti, tiba-tiba sudah bulan Oktober.

Dimulai pada 1 Oktober 2015, saya dan Hana berangkat dari Jember menuju Sidoarjo dengan naik kereta api Mutiara Timur. Sesampainya di sana, sembari menanti datangnya Yopi, seorang teman yang tinggal di Sidoarjo, saya dan Hana merapat di sebuah warung di tepi jalan.

“Nginep nang omahku wae, sesok’e tak terne nang Juanda,” begitu kata Yopi ketika saya menyampaikan maksud hendak berlabuh semalam di Sidoarjo.

Sidoarjo tak hanya sumuk, ia juga memiliki stok nyamuk yang lumayan banyak. Kata Ita istri Yopi, “Begini ini keadaan rumah kami ketika kemarau tiba. Gorong-gorong mampet, banyak genangan air, jadi tempat yang nyaman bagi nyamuk-nyamuk untuk berkembang biak.

Bukan nyamuk yang saya keluhkan. Sidoarjo tetap indah sebanyak apapun nyamuknya. Tapi gigi geraham bawah sebelah kiri saya sedang cenut-cenut, sakit sekali. Ini kali pertama saya sakit gigi lagi setelah sekitar lima tahunan tak pernah kumat. Satu Oktober di Sidoarjo, gigi cenut-cenut, maka saya tak ada hasrat untuk nyruput kopi di rumah Yopi. Ketika itu, di twitter sedang ramai hestek Hari Kopi.

"Kalau masih sakit gigi, obat pereda sakit tidak mempan, cobalah untuk memasukkan sedikit tembakau rokok tepat di gigi yang berlubang," saran Yopi. Ia mengatakannya dalam bahasa Jawa dialek Jember-an. Ada lagi manfaat tembakau, tak hanya untuk obat pengusir pacet saja, pikir saya. Malam itu saya keburu tidur, tak sempat mempraktekkan saran dari Yopi.

Esoknya, gigi saya tak lagi cenutan. Syukurlah. Yopi mengantarkan saya dan Hana ke Juanda. Kami berangkat lebih awal untuk memudahkan proses registrasi. Di sana, untuk kali pertamanya kami berjumpa dan berkenalan dengan Shellya Febriana Anindhita, gadis cantik penulis di Mojok. Ia banyak membantu kami ketika hendak check-in pesawat.

Lalu kami terbang menuju pelukan negeri tembakau.

Sesampainya di BIL –Bandara Internasional Lombok—di sana telah menanti rombongan dari Jogja, serta satu peserta dari Denpasar, Pito namanya. Jika dihitung total seluruh peserta Jelajah Negeri Tembakau, kalau tidak keliru jumlah kami 22 orang.

Saat Kami Pergi, Petani Tembakau di Jember Sedang Menangis

Ketika saya dan Hana melakukan perjalanan ke Lombok untuk mengikuti ‘Jelajah Negeri Tembakau,’ harga mbako di Jember sedang menangis. Pasalnya, daun-daun tembakau di sini dilekati oleh abu vulkanik dari erupsi gunung Raung, beberapa waktu sebelumnya. Ia menyebabkan pembeli-pembeli besar tak sudi melirik emas hijau di Kota Seribu Gumuk ini. Jika sudah begini, aktor paling rapuh dalam urusan tata niaga tembakau tak lain adalah para petani.

Namun Lombok memiliki jenis tembakau unggulan yang berbeda dengan tembakau di Jember, yaitu Voor-Oogst Virginia jenis Flue Cured. Ia adalah jenis tembakau yang dibutuhkan sebagai bahan untuk sigaret kretek mesin rendah nikotin, yaitu untuk jenis-jenis rokok varian mild.

Orang Jember punya nama sendiri untuk tembakau jenis Virginia jenis Flue Cured, yaitu Mbako Kuning sebab warnanya memang lebih cerah dibanding tembakau jenis kasturi. Ada juga yang menyebutnya Mbako Oven, karena memang daun-daun tembakau jenis Virginia jenis Flue Cured ini mengalami masa pengovenan, disimpan di sebuah gudang yang diatur sedemikian rupa dengan suhu tertentu, agar daun tembakau mengalami kematangan sesuai standart industri.

"Dulu Mbako Kuning tak hanya ditanam di Lombok, namun beberapa wilayah di Jawa Timur juga menanamnya, diantaranya ya di Jember ini," ujar Adi Wiyono, seorang guru Sekolah Dasar di Kalisat yang juga penanam tembakau. Dua kota lain selain Jember yang menanam tembakau Virginia adalah Bojonegoro dan Jombang. Bojonegoro bahkan pernah menjadi tolak ukur kesuksesan tembakau Virginia, sebelum dilampaui oleh Lombok.

Sejarah tembakau Nusantara mencatat, jika di tahun 1978 telah terjadi kerugian yang besar sekali terhadap produksi tembakau voor-oogst Vrginia. Kerusakan tersebut disebabkan karena curah hujan yang berlebihan. Lalu apa yang terjadi? Mengingat modal petani yang terbatas, diantara mereka sebagian besar mengalihkan tanamannya dengan tanaman pangan.

Jika tertarik dengan gagal panen tembakau Virginia di Jawa Timur tahun 1978, silahkan buka spoiler di bawah ini. Di sana juga ada sedikit informasi tentang tembakau Garangan yang hilang dari pasaran, sebab konsumen tembakau lintingan --di Temanggung, Wonosobo, dan Banjarnegara-- beralih ke rokok putih serta kretek.

Tembakau Virginia di Jawa Timur:

Di pemula tahun 1979, kompas mencatat jika produksi tembakau voor oogst Jawa Timur menurun drastis. Ia bermula sejak setahun sebelumnya, 1978, tembakau voor oogst khususnya jenis virginia, mengalami kemerosotan secara drastis. Namun tembakau Na oogst panenan 1978/1979 ini, produksinya diperkirakan tetap sama dengan tahun sebelumnya. Bahkan kwalitetnya lebih baik. Sampai Januari 1979 panenan Na oogst masih berjalan, meskipun jumlahnya tinggal kecil.

Kerusakan tembakau voor oogst tersebut terutama karena faktor iklim, curah hujan yang berlebihan. Banyak petani yang harus tanam bibit samapi dua tiga kali, namun hancur terkena hujan. Mengingat modal petani yang terbatas, diantara mereka sebagian besar mengalihkan tanamannya dengan tanaman pangan.

Seorang pedagang yang tiap tahunnya 'menguasai' hampir seperdua produksi virginia Jatim menyatakan, di daerah Besuki areal virginia diperkirakan hanya 800 hektar dan hasil sekitar 3000 bal (sama dengan 300.000 kilogram). Padahal tahun lalu, areal mencapai sekitar 3000 hektar dengan produksi kurang lebih 1.500.000 kilogram.

Dengan perhitungan tersebut, produksi virginia di Besuki saja merosot sekitar 1.200.000 kilogram dengan nilai uang sekitar 840 juta rupiah. "Itu bukan kerugian konkrit yang diderita petani, tapi nilai uang akibat merosotnya produksi," kata pedagang tersebut. Namun diakui, seandainya tanaman tidak hancur, nilai uang sebesar itu akan diterima petani. Kerugian konkrit yang diderita petani sendiri, sulit untuk dihitung.

Daerah Bojonegoro dan Jombang mengalami kemerosotan yang lebih menyolok. Kedua kabupaten ini bisa menghasilkan tiap tahunnya 15 juta kilogram tembakau virginia, dari areal sekitar 30.000 hektar. Namun dalam panen tahun 1978, areal yang tanamannya berhasil hanya 10.000 hektar, dan jumlah seluruh produksi kurang lebih hanya 3 juta kilogram. Merosotnya produksi sekitar 12 juta kilogram, jika dinilai uang bisa mencapai 8,4 milyar lebih.

"Dengan harga antara 700 sampai 750/kg, taksasi kasar hancurnya tanaman virginia bernilai antara 9 sampai 10 milyar rupiah untuk seluruh Jawa Timur," kata pedagang tersebut.

Keterangan di atas mendekat kesamaan dengan penjelasan seorang pedagang lain di Bojonegoro yang menjadi 'agen' untuk sebuah pabrik rokok kretek. Pedagang ini praktis tdak melakukan pembelian virginia bagi langganannya, karena kwalitet dinilai tidak cocok untuk rokok kretek. "Terlalu sedikit mengandung nikotin," katanya.

Dan pembelian virginia panen tahun 1978, sebagian besar memang dilakukan pedagang maupun perusahaan rokok untuk kepentingan pabrik sigaret putih. Bagi pabrik ini, kwalitetnya justru cocok.

Produksi Na-Oogst tetap

Tentang tembakau Na-Oogst, jumlah produksi diperkirakan sama dengan produksi tahun 1977/1978. Ketua 'ITA' Jawa Timur, R. Boedi Hidajat, memperkirakan produksi akan mencapai sekitar 150.000 bal dari areal sekitar 30.000 hektar. Produksi per hektarnya berkisar antara empat sampai enam kwintal. Panenan terjadi bulan November-Desember lalu dan Januari ini. Bulan Februari-April nanti masa pemrosesan di gudang dan pengapalan untuk ekspor diperkirakan Mei-Juni mendatang. Lelang di Bremen seperti biasanya, akan dilakukan bulan Juli, September, dan Oktober. Jika masih ada sisa mencukupi, bisa diadakan lelang bagi bulan Oktober berikutnya.

Dibandingkan produksi tahun 1977/1978 sebanyak 153.863 bal, perkiraan panen tahun 1978/1979 tersebut memang mendekati. "Bisa melebihi atau kurang, tapi boleh dikatakan stabil," kata R. Boedi Hidajat. Tentang kwalitet, panenan tembakau Na Oogst kali ini memang lebih baik dari sebelumnya. (Kompas, 29 Januari 1979).



Berkurang, Konsumen Tembakau Garangan

TEMBAKAU GARANGAN. Di bulan yang sama --18 Januari 1979-- Kompas memberitakan tentang kesulitan pemasaran tembakau garangan karena berkurangnya konsumen tembakau tersebut. Hal itu diungkapkan kepada Kompas oleh Kepala Dinas Perkebunan Jawa Tengah, Ir. Soesmono Martosiswoyo.

Tembakau garangan berasal dari daun tembakau 'GENJA KENANGA' yang dikeringkan dengan memanggangnya di tungku. Ia banyak dihasilkan oleh petani tembakau di kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, dan Temanggung.

Tembakau Lintingan

Di kabupaten Wonosobo, tembakau genja kenanga banyak ditanam di Setieng, Dieng, dan Kertek. Kabupaten Banjarnegara di Batur dan Karangkobar, sedangkan kabupaten Temanggung di Kledung, Ngadirejo, Parakan, dan Bulu.

Tembakau Garangan dipakai untuk lintingan yaitu rokok yang digulung (dilinting sendiri) oleh konsumen.

"Pengisap rokok lintingan sekarang sudah semakin berkurang," ujar Soesmono. Rupanya mereka sudah beralih ke rokok putih atau kretek. Sebegitu jauh, berita yang diterima kompas tidak menyebutkan data berkurangnya pemasaran tembakau garangan itu.

Diharapkan Beralih

Kata Soesmono, karena kesulitan pemasaran yang dialami para petani tembakau garangan di Wonosobo, Banjarnegara, dan Temanggung itu, Dinas Perkebunan Jawa tengah berusaha mengarahkan para petani tembakau garangan tersebut untuk beralih usaha dari tembakau ke penanaman teh.

Tapi bila masih berminat menanam tembakau, mereka diarahkan mengganti tembakau genja kenanga dengan jenis-jenis lain yang dapat diusahakan sebagai tembakau rajangan untuk rokok kretek atau tembakau krosok untuk ekspor. Tembakau jenis ini antara lain Guber Limas, Semboja Hijau, dan Barley.

Dalam rangka pengarahan kepada petani-petani tembakau di tiga kabupaten tersebut, Dinas Perkebunan Jateng dewasa ini suda membuka sentra pembibitan teh seluas satu hektar di wanayasa (Kabupaten Banjarnegara) dan sebuah sentra penangkaran biji tembakau jenis unggul seluas satu hektar di Kledung (Kabupaten Temanggung). wgt


Ketika di Lombok


Malam pertama di Lombok, kami istirahat di Arianz Hotel, Mataram. Lokasinya tepat di seberang Taman Sangkareang. Baru esok harinya, Sabtu, 3 Oktober 2015, kami para peserta Jelajah Negeri Tembakau berkunjung ke Gudang Tembakau milik PT. Djarum di desa Montong Gamang, kecamatan Kopang, Lombok Tengah.

Adalah Iskandar, lelaki asal Krian, Sidoarjo kelahiran 12 November 1955, yang menyambut kami dengan ramah di ruang kerjanya. Menurut pria berkacamata bening yang merintis budidaya tembakau Virginia FC sejak 1985 ini, Lombok menjadi pemasok terbesar untuk kebutuhan sigaret kretek mesin rendah nikotin. Pasokannya untuk tembakau Virginia jenis Flue Cured hingga 90 persen, jauh melampaui kualitas dan kuantitas tembakau dari Bojonegoro, dengan jenis tembakau yang sama. Atas keberhasilannya merintis budidaya tanaman tembakau Virginia di Lombok sejak 30 tahun lalu, hingga sekarang keahliannya tetap dihargai oleh pihak Djarum. Kini ia menjabat sebagai senior manager Djarum untuk gudang sortasi tembakau di Montong Gamang.

Menurut Iskandar, pihaknya bukan yang pertama mengenalkan tembakau jenis ini di Lombok. Dimulai pada 1969, tim dari British American Tobacco (BAT) lebih dahulu memperkenalkan Virginia FC untuk ditanam di tanah Lombok. Keberhasilan mereka dalam memperkenalkan varian tembakau baru, segera diikuti oleh perusahaan lain. Dua puluh tahun kemudian, barulah Iskandar diberi tugas oleh pihak Djarum untuk membuka lahan Virginia di Lombok. Langkah ini dilanjut dengan membuat sistem kemitraan antara pihak perusahaan dengan para petani.

Setelah puas mendengar penjelasan rinci dari Iskandar, dimulai dengan sejarah keberadaan pihak Djarum di Lombok hingga bagaimana mereka berhubungan dengan para petani secara kemitraan yang saling menguntungkan, diajaknya kami para peserta Jelajah Negeri Tembakau untuk berkeliling di dalam gudang. Mula-mula yang saya lihat adalah proses transaksi antara petani/tengkulak yang membawa hasil bumi berupa tembakau Virginia dengan pihak perusahaan, lalu melihat proses bongkar muat, proses penandaan, hingga proses sortasi, pemisahan daun-daun tembakau itu sesuai kelasnya. Kami juga bisa melihat secara langsung proses pengovenan daun tembakau.


Suasana di dalam gudang Montong Gamang, para perempuan sedang melakukan proses sortasi daun tembakau. Mereka melakukannya dengan riang sambil sesekali bercanda dengan sesama pekerja di kiri kanannya.

Ketika melihat Ibu-ibu sedang melakukan sortasi, saya ditemani oleh Syamsul (32 tahun), seorang lulusan sarjana pendidikan yang lebih bangga menyebut dirinya sebagai sarjana tembakau. Kepadanya saya bertanya, mengapa ada setumpuk daun tembakau yang bercampur dengan rafia dan beberapa plastik lainnya?

"Oh, itu kita namakan NTRM, Non-Tobacco Related Materials. Jadi, kita harus sortir benda asing yang tercampur pada daun tembakau."

Syamsul teman bicara yang baik. Darinya saya banyak mengerti tentang hubungan antara petani tembakau di Lombok dan perusahaan. Jadi, sistem kemitraan yang dibangun oleh Iskandar tak hanya hidup saat perusahaan butuh bahan baku saja. Mendengar paparan Syamsul, saya jadi mengerti jika terdapat juga hubungan kekerabatan di luar jual-beli tembakau. Meski demikian, petani tak hanya terpatok pada perusahaan Iskandar dalam hal penjualan tembakau. Mana yang menurut mereka menguntungkan, tembakau akan dijualnya ke sana.

Setelah puas melihat-lihat proses memperlakukan tembakau di dalam gudang, kami para peserta Jelajah Negeri Tembakau diajak untuk bergeser ke Dusun Paok Rengge, Desa Waja Geseng, Lombok Tengah, untuk melihat lebih dekat kehidupan petani binaan perusahaan tempat Iskandar dan Syamsul bernaung.


Singgah di Dusun Paok Rengge, Lombok Tengah

Di sini kami diajak untuk melihat bagaimana masyarakat petani di Paok Rengge dalam memperlakukan tembakau, melihat secara langsung ruang pengovenan, berdiskusi dengan perwakilan petani yaitu Sukirman dan Syamsul, serta makan bersama. Menyenangkan. Saya seperti sedang kulak'an ilmu pengetahuan tentang tembakau jenis Virginia FC.

Mencermati hasil diskusi di dusun Paok Rengge, saya kira ada persamaan perilaku antara petani tembakau di Lombok dengan yang di Jember. Ketika harga tembakau sedang jaya, mereka suka berfoya-foya. Membeli barang-barang yang belum tentu menjadi kebutuhannya. Seperti kasus membeli kulkas hanya untuk dijadikan almari pakaian, misalnya. Mereka tidak memiliki pengetahuan mengelola uang hasil panen. Jadi, kehadiran sebuah kemitraan --yang adil-- akan sangat dibutuhkan oleh para petani, agar mereka kuat dan mampu mempersenjatai dirinya dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, kehadiran sebuah koperasi pengelola keuangan tentu juga sangat dibutuhkan masyarakat petani, dimana mereka bisa menyimpan uang dan atau meminjam dana lunak untuk kepentingan tanam tembakau.

Setelah puas sinau di dusun Paok Rengge, malam harinya kami diajak oleh penyelenggara Jelajah Negeri Tembakau untuk makan malam sambil berbincang dengan seorang novelis yang juga peneliti dinamika sosial masyarakat NTB, Paox Iben Mudhaffar namanya.

Saya akui, saya mendapatkan banyak hal ketika berdiskusi dengan Paox Iben Mudhaffar. Itu yang membuat saya berinisiatif untuk bikin catatan tersendiri, seputar isi diskusi.

Ada juga cerita lain yang tak saya tuliskan di sini. Ketika mampir di pantai, saat bersenang-senang di air terjun Sindang Gile dan Tiu Kelep, serta ketika bermalam di Masyarakat Adat Bayan di desa Karang Bajo, Lombok Utara. Saya berencana menuliskannya di kesempatan yang lain.

Teman-teman Jelajah Negeri Tembakau, terima kasih.

4 komentar:

  1. wah seru ya, dan ada tipsnya pula, nice info

    BalasHapus
  2. Bunga tembakau itu indah ya ..

    BalasHapus
  3. Gak butuh tembakau virginia bojonegoro pak/bu

    BalasHapus
  4. Om, di jombang juga ada perkebunan tembakau
    Dija pernah main main kesana
    tapi cuma di kebun kebun petani aja
    gak sampe ke pabriknya gitu

    BalasHapus

Mohon maaf, saya mengaktifkan moderasi pada kolom komentar, untuk entri yang lebih lawas --14 hari. Salam.

RZ Hakim © 2014