Minggu, 08 Mei 2016

Stasiun Kotok dan Masa lalu Yang Menyertainya

Minggu, 08 Mei 2016

Dokumentasi Pribadi, 8 Mei 2016

KOTOK adalah nama sebuah dusun di desa Gumuksari kecamatan Kalisat, Jember. Sebenarnya pengucapannya menggunakan huruf Q (Kotoq). Ia adalah sebuah wilayah yang berbatasan dengan desa Biting, kecamatan Arjasa. Adapun pembatas alami Kotok-Biting adalah aliran sungai Kotok.

Hingga pemula 1990an, di Kotok masih terjadi penggalian makam-makam kuno yang keempat sisinya tertutupi oleh batu piring.

"Jika beruntung, penggali akan mendapatkan emas 18 karat. Biasanya berupa kelat bahu, gelang tangan, cincin, hiasan telinga, selempang dada, dan tusuk konde. Atau hanya mendapatkan manik-manik milik para hulubalang. Barang-barang antik itu kemudian dijual ke Bali. Di sana telah ada penampung besar yang membelinya dengan harga tinggi," kata ASP, warga Kotok yang dulu pernah ikut menjadi penggali.

Di sini terdapat sebuah stasiun kecil, stasiun kereta api kelas III, dengan ketinggian +176 MDPL. Sejak 1 Juni 2014, tidak ada kereta api yang berhenti di stasiun ini, kecuali jika terjadi persilangan atau persusulan antar kereta api.

Kotok dikelilingi oleh gumuk-gumuk, indah sekali. Selaras dengan nama desanya, Gumuksari.

Menurut Tipa (kelahiran 1931), mantan 'Pak Kampung' di salah satu dusun di Kotok, di masa remajanya Kotok dihuni oleh banyak warga Eropa. Di antara nama-nama yang ia ingat adalah keluarga 'Tuan Besar' yang tinggal di sebuah loji, dan keluarga Mr. Stoppen. Ditambahkan oleh Se Suhar --juga mantan Pak Kampung, lebih tua dari Tipa, di sana juga tinggal keluarga Tuan Darhop.

Ketika Jepang datang menggantikan posisi Belanda, Kotok menjadi salah satu wilayah yang harus segera direbut. Di sinilah Jepang bikin interneeringen, sebuah kamp pengasingan yang dikelola dengan sangat rapi, tersembunyi, dan selektif dalam mengambil orang-orang yang akan diinternir, serta dikelompokkan menurut jenis kelamin sebab Jepang tak mau ambil resiko kelahiran bayi.

Di masa Jepang, kehidupan orang-orang kulit putih terenggut dari kenyamanannya. Mereka harus hidup dalam suasana pengasingan yang dikelilingi oleh kawat berduri, yang sayangnya tidak banyak dikupas secara mendalam.

"Di sinilah penjara untuk jenis kelamin perempuan dan anak-anak di bawah 12 tahun. Kalau yang laki-laki, 12 tahun ke atas, ditempatkan di desa sebelah, Bataan kecamatan Arjasa." Se Suhar mengatakannya dalam bahasa Madura.

Begitu rapinya Jepang bikin 'interneeringen' di Kotok dan Bataan, hingga warga Jember pun banyak yang tak tahu jika dulu di sini ada kamp konsentrasi ala Nazi di Jerman, meski di sini tak ada cerita tentang gas beracun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon maaf, saya mengaktifkan moderasi pada kolom komentar, untuk entri yang lebih lawas --14 hari. Salam.

RZ Hakim © 2014