Bersama Kakak Bangga
Aku hanya ingin berdua saja dengan Kak Dani, menikmati deras suara air sungai Suren di dusun Rowo Pakusari, sementara di atas sana langit sedang berwarna pekat tanpa bintang. Aku hanya ingin berdua saja dengan Kak Dani, melewati pematang sawah dan menyusuri kebun bambu di gelapnya malam.
Saat itu Kamis malam, 24 November 2016, aku menemanimu antar dua anggota SAR OPA Jember, dari Posko SAR sementara --Masjid warga Rowo-- menuju titik pos tiga, sesuai hasil koordinasi. Kebetulan mereka berdua adalah adik-adikku sendiri di SWAPENKA, Buter dan Ampar. Jumlah pos jaga ada lima titik, aku tak tahu siapa saja yang berjaga di masing-masing pos itu, kecuali di pos satu, sebab di sana ada Kernet dan Basit. Buter dan Ampar, mereka memilih tempat di tepi sungai, di antara dua rimbunan bambu. Di jalur ini, ada hamparan sungai penuh batu-batu besar. Suara air yang menerjang batu melahirkan keriuhan tersendiri, hingga menyebabkan pendengaran Buter terlihat agak susah menangkap suara ketika ia sedang berkomunikasi melalui HT.
Seusai melaksanakan tugas antar Buter dan Ampar, kita berdua tak segera pergi melainkan masih di sana, di tepi sungai Suren. Kita habiskan waktu sekitar dua jam untuk saling berbagi cerita. Sementara kita menepi, di lokasi sekitar Masjid masyarakat dusun Rowo tentu masih ramai. Hiruk pikuk seperti pasar malam.
Melakukan pencarian dan penyelamatan di air adalah kenangan buruk bagi SAR OPA Jember. Ia tentu saja mengingatkan beberapa orang pada kenangan Almarhum Irwan Setyonugroho, seorang anggota Pencinta Alam di Jember sekaligus tercatat sebagai anggota SAR OPA Jember, ketika tim SAR sedang melakukan pencarian korban banjir bandang air terjun Antrokan. Saat itu, sesuatu terjadi. Prinsip SAR paling dasar, tentang himbauan untuk tidak menambah jumlah korban baru, tercederai. Semua memang tak terencana, tapi takdir membuatnya berbeda.
Jasad Irwan Setyonugroho a.k.a Lolop ditemukan pada hari Senin, 12 Januari 2009, oleh para penambang pasir di aliran sungai Bedadung, sekitar dua kilometer dari lokasi kejadian.
Lolop, teman yang baik.
Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 17 Mei 2012, kejadian senada menimpa Alm. Jalal a.k.a Srontol, Mahasiswa FMIPA angkatan 2009 yang juga tercatat sebagai anggota Pencinta Alam Palapa. Aku pernah menuliskannya di kompasiana.
Begitulah, SAR Air adalah berbeda. Hal-hal terjadi. Ia membutuhkan persiapan mental yang matang, apalagi ketika survivor yang hanyut adalah orang yang dekat di hati kita. Benar yang diucapkan Cak Dai di emperan masjid warga Rowo, "Teman-teman ini memiliki semangat yang tinggi untuk melakukan pencarian dan penyelamatan sebab yang hanyut adalah sahabatnya sendiri. Wajar bila mudah lupa, sebab teman-teman terlalu semangat." Ya benar, kadang kita mudah lupa kan Kak?
Ketika Mendengar Kabar Noveri Hanyut di Sungai
Matamu menerawang ke arah aliran sungai di depan kita, ketika bercerita tentang Noveri. Semua orang mengerti, kau dan Ayus kembaranmu, kalian memiliki hubungan istimewa dengan Noveri. Tulus.
"Di BBM-nya Noveri menulis 'My November' dan hingga hari ini belum berubah. Entah ya, mungkin itu berkaitan erat dengan hari lahirnya, 5 November 1983. Tapi November tahun ini memang berbeda. Pernah suatu hari Noveri berkirim pesan begini.
Kak, dimana?
Aku di rumah. Ada apa, Sang?
"Ketika ditanya ada apa, dia hanya njawab gini, 'Baguuus.' Lalu dia tanya lagi, 'Sudah ngopi?' Aku jawab sudah. Terus aku tanya, 'Ngejak ngopi tah?' Lagi-lagi dia hanya njawab, 'baguuus.'
"Tentu kaget sekali ketika mendengar kabar Noveri hanyut di sungai Suren, 23 November 2016. Sebab di hari itu, sore harinya aku mencari Noveri di rumahnya. Ya, waktu itu aku masih belum tahu kalau Noveri hanyut sedari pukul dua siang. Tidak ada kabar. Makanya pas denger kabar, aku segera ke lokasi."
Beberapa warga Rowo menyesalkan mengapa teman-teman terlambat memberitahu penduduk sekitar mengenai apa yang terjadi. Tapi tak semuanya begitu. Orang-orang yang aku temui bilang, mulanya mereka hanya mondar-mandir kesana-kemari melalui kampung mereka. Baru senja mereka bilang. Menjelang maghrib, warga segera ambil inisiatif untuk menyisir dan menyelami sungai yang medannya mereka kenali dengan baik.
Ketika itu Noveri dan teman-temannya --berduabelas, semuanya sukarelawan BPBD Jember-- melakukan latihan susur sungai Suren sekaligus latihan water rescue menggunakan perahu karet dan beberapa ban. Dimulai dari Gambiran-Kalisat, titik hanyutnya berada di dusun Rowo, Pakusari.
"Nah, dari duabelas orang itu, hanya lima orang yang memiliki pengalaman lebih, tujuh lainnya terhitung masih baru. Dari lima itu, Noveri yang paling dianggap mumpuni, maka dia di depan. Menurut teman-teman sukarelawan BPBD Jember, kegiatan latihan itu murni inisiatif sendiri, seperti pers release yang ditulis oleh Rezha Repri Pratama.
"Noveri kan begitu orangnya, Bro. Dia baik, selalu ada waktu untuk teman-temannya. Kecuali jika sedang ada agenda lain, dia tentu tak bisa menerima ajakan itu dan akan bilang, sepurane. Jadi, ketika teman-temannya ajak dia untuk latihan di sungai Suren, kiranya dia sedang ada waktu senggang dan bersedia.
"Sebenarnya baru tahun ini --2016-- Noveri ikut merapat sebagai sukarelawan BPBD Jember. Jadi waktu ada lowongan, dia ndaftar. Diterima. Mula-mula tidak sangat aktif. Kadang teko kadang ndak teko. Tapi semenjak Noveri selesai ikut Sekolah Sungai, ia terlihat sangat aktif di BPBD Jember."
Matamu kembali menerawang. Kali ini menatap bayangan daun bambu yang tersinari cahaya lampu senter milik Buter dan Ampar. Mereka berdua ada di belakang kita.
Cahaya Lampu Senter di Kegelapan Malam
Jeda sejenak. Dari kejauhan tampak cahaya lampu senter yang semakin lama semakin mendekat ke arah kami yang masih bertahan di titik pos tiga. Dua orang penjaga pos tiga, Buter dan Ampar, mereka tampak sedikit gelisah. Sebentar-sebentar berdiri, lalu duduk lagi. Sesekali Buter menghidupkan handy talky dalam genggamannya. Sayang, suara derasnya air sungai sedikit memecah konsentrasi Buter saat berkomunikasi. Mulanya, Buter dan Ampar memberi kesimpulan taktis, bahwa rombongan kecil yang sedang susur sungai dengan menggunakan lampu senter itu adalah Dodon dan kawan-kawan.
"Itu mungkin Mas Dodon. Soalnya tadi dia sempat bilang, ingin melakukan susur sungai di malam hari," ujar Buter kepada orang-orang yang ada di sekitarnya yang hanya berjumlah tiga jiwa.
Semakin rombongan itu mendekat, hingga lewat di titik pos tiga, dugaan Buter terbantahkan. Mereka bukan Dodon dan kawan-kawan SAR OPA Jember, melainkan lima orang lelaki yang entah siapa. Orang yang berdiri paling depan adalah lelaki sepuh, semakin ke belakang semakin muda. Lagi, Buter bikin kesimpulan, itu mungkin warga dusun Rowo. Atau jika tidak, itu mungkin dari pihak keluarga. Kami tak pernah mengerti siapa mereka, sebab dua penjaga pos tiga tidak pernah melakukan klarifikasi.
Langit makin pekat, debit air naik. Suara arus sungai semakin detik semakin banter. Lima lelaki asing yang susur malam, mereka telah tak tampak lagi. Tapi di kejauhan sana, dari arah yang tadi dilalui lima lelaki asing itu, ada susulan dua lampu senter, semakin mendekati pos tiga. Siapa lagi mereka? Ketika dua titik cahaya itu tiba di pos tiga yang gelap gulita, maka tampaklah bayang-bayang wajah Nala Pramudya, anggota pencinta alam SWAPENKA. Ia datang berdua dengan temannya. Untuk sementara waktu, orang-orang yang berkumpul di pos tiga berjumlah enam. Kita berdua tak lagi melulu berbagi kisah tentang Noveri.
Hari semakin larut ketika kita berdua, diikuti oleh Nala dan seorang temannya, bergerak menjauhi Buter dan Ampar yang melaksanakan tugasnya untuk berjaga di pos tiga. Tak sampai 500 meter dari titik pos tiga, kita menjumpai sebuah tempat di tepi sungai yang memiliki suasana tenang. Aliran air sungai pun terdengar jauh lebih tenang. Ketika itu aku berpikir cepat, akan baik bila Buter dan Ampar bergeser di sini. Tentu mereka akan lebih konsentrasi melihat apa yang bergerak di air, serta akan lebih bagus lagi bila berkomunikasi melalui HT. Ketika kutanyakan itu, kalian sepakat. Maka kita berdua segera kembali ke pos tiga, sementara Nala dan temannya tetap di titik baru, di dekat perjumpaan antara sungai Suren dengan sungai Mayang.
Tak butuh waktu lama, Buter dan Ampar kemudian bergeser ke titik pos tiga yang baru. Di sini jauh lebih kondusif.
Tentang 25 November yang dijanjikan Noveri
Di titik baru itu, kita masih punya waktu untuk bercengkerama berdua, sedikit menepi dari teman-teman.
"Ada satu hal di dunia ini yang paling ditakuti Noveri, apalagi kalau bukan ular. Aneh ya Bro. Noveri melakukan perjalanan kesana kemari, mendatangi banyak air terjun, tapi dia takut ular. Pernah suatu hari aku tanya ke dia. 'Kamu ini kok bisa sih, Sang, takut ular tapi mbrasak-mbrasak.' Tahu apa jawaban Noveri? Dia bilang, 'Yo aku wedi, tapi sing enek nang ndasku iku air terjune, dadi lali nang ulo.'"
Aku tersenyum mendengar ceritamu, juga cara kau bertutur.
"Aku lupa tanggal berapa, tapi Noveri pernah bilang begini, 'Tanggal 25 November adalah saat yang tepat untuk mengutarakan sesuatu.' Entah, mungkin dia berencana nembak seseorang. Dan kata-kata itu bukan hanya ia ucapkan padaku saja. Sekarang sudah 24 November 2016, dan kita semua masih menunggu 'kehadiran' Noveri."
Aku masih ingat saat itu aku mengucapkan sesuatu padamu, Kak. Kubilang, "Bisa jadi cinta Noveri tak hanya pada seseorang. Dia mencintai gunung, hutan, lautan, dan sungai. Sabar ya Kak. Aku kok yakin besok Noveri akan datang."
Pagi harinya, 25 November 2016 Pukul 05.15 WIB, Noveri telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Malam itu, aku hanya ingin berdua saja dengan Kak Dani. Kita bercengkerama, berbagi kenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon maaf, saya mengaktifkan moderasi pada kolom komentar, untuk entri yang lebih lawas --14 hari. Salam.